Festival Budaya Betawi 2007
Wulan Guritno sebagai Nyai Dasima
Sejak tanggal 7 sampai dengan 9 September, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta menyelenggarakan Festival Budaya Betawi. Seluruh acara berlangsung di Desa Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tem
Pelbagai kegiatan ditampilkan dengan jadwal yang terbagi dalam tiga hari. Festival ini diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT Republik Indonesia yang ke-62. Sekaligus untuk memelihara agar kebudayaan Betawi tetap dimiliki oleh masyarakatnya. Di tengah gempuran budaya Barat yang masuk melalui banyak cara, terutama televisi yang nyaris tanpa kontrol baik dari pemerintah maupun lembaga yang berkepentingan terhadap program siaran, festival tersebut bak pejuang yang mencoba tegak berdiri dengan senjata yang dimiliki.
Segala yang bercorak Betawi dipertunjukkan. Antara lain Parade 62 Roti Buaya. Angka 62 tentu mengacu pada usia kemerdekaan Indonesia, sedangkan roti buaya khas milik Betawi yang acap muncul pada perhelatan pernikahan. Ada kiga Parade Delman Hias, semacam karnaval yang meriah. Tradisi Buka Palang Pintu dan atraksi tarian Betawi yang dibawakan oleh 100 orang. Sebagai tampilan yang bercerita, digelar Lenong Bocah dan drama berjudul Nyai Dasima.
Diperankan oleh Wulan Guritno, Nyai Dasima dalam pertunjukan ini kurang menunjukkan wajah pribumi. Tetapi terlepas dari kesan itu, naskah skenario karya SM Ardan ini
Yamin Azhari, sang sutradara, mengaku mempersiapkan pertunjukan ini selama dua bulan. Ia memimpin Teater Bangkeng yang didirikan dua tahun silam dengan anggota tetap sebanyak 15 orang. Mereka bermarkas dan berlatih di Gelanggang Remaja Jakarta Timur, Jalan Otista 123. Nyai Dasima merupakan produksi kedua Teater Bangkeng. Wulan Guritno dibesut sebagai bintang tamu sekaligus aktris utama. Dengan busana kebaya khas Betawi, dialog yang lebih banyak murung, menunjukkan posisi Nyai Dasima yang bimbang dan cemas antara ingin lepas dari kungkungan suaminya dan penerimaan keluarga.
Cerita yang dilengkapi dengan adegan laga ini cukup menarik. Sayangnya musik sebagai ilustrasi dibuat dalam bentuk rekaman, bukan life show. Jumlah penonton juga kurang maksimal, mungkin lantaran tem
(Kurnia Effendi)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home