Monday, September 17, 2007

Infotainment

Mira Lesmana, Pembangkit Film Indonesia

Masih ingat film Kuldesak? Film yang dibuat dalam empat segmen, seperti gaya Pulp Fiction? Dalam film itulah, Mira Lesmana, menjadi sutradara bersama empat temannya: Riri Riza, Nan T. Achnas, dan Rizal Manthovani. Selebihnya, ia lebih dikenal dan berperan sebagai produser.

Lahir di Jakarta, 8 Agustus 1964, sejak lepas SMA di Ecolle International Independent Sidney, Australia, Mira sudah sangat berminat pada dunia film. Namun ketika mendaftar ke Peter Weir Australian Film & Television School, ada persyaratan yang tak dapat dipenuhi. Mahasiswanya harus sudah pernah membesut film walau baru tingkat amatiran.

Akhirnya Mira Lesmana melanjutkan kiliah di IKJ (1985), Departemen Film Jurusan Penyutradaraan. Di kampus itulah ia mengenal lebih dekat Mathias Muchus yang kemudian menjadi suaminya hingga berbuah hati: Galih Galinggis dan Kafka Keandre.

Ditemui sebagai pembicara dalam diskusi buku Pencuri Anggrek di MP Book Point beberapa waktu lalu, Mira begitu ramah dan sederhana dalam penampilan. Dalam dunia sinema, namanya cukup penting untuk dicatat, karena termasuk salah satu pembangkit film Indonesia yang telah lama tidur. Mendirikan Miles Production pada 1996, sebuah rumah produksi tempatnya berkarya. Tahun 2000, sebagai produser, Mira melahirkan film anak-anak Petualangan Sherina yang sukses di pasaran. Disusul film remaja Ada Apa dengan Cinta yang dibintangi Dian Sastro.

Dalam dua film itu dan empat film yang lain: Eliana, Eliana (2002), Rumah Ketujuh (2003), The Year of Living Dangerously (2005), Garasi (2006), selalu menjadi sutradara. Film Gie yang diproduksi tahun 2005 bahkan mendapat gelar sebagai film terbaik. Mira memang selalu serius dalam mempersiapkan pembuatan film, termasuk yang akan dikerjakan akhir tahun ini: Laskar Pelangi. Diangkat dari novel bagian pertama tetralogi karya Andrea Hirata, Mira mempercayakan penyutradaraannya kepada Riri Riza.

Bagaimana jika hasilnya nanti tidak seindah bukunya? ”Ini memang beban berat bagi kami. Tapi saya rasa masing-masing medium, baik buku maupun film, memiliki kelebihannya sendiri,” jawab anak pasangan Jack dan Nien Lesmana yang juga kakak musisi Indra Lesmana itu dengan mantap. (Kurnia Effendi)