Monday, December 22, 2008

Popularitas Bersanding Duri

Hampir semua selebriti Indonesia tersandung oleh problema yang mengiringi popularitasnya. Andrea Hirata, penulis tetralogi Laskar Pelangi, mengalami pula hal yang sama. Ketika bukunya mencapai penjualan 500 ribu eksemplar dan film yang diangkat dari bukunya ditonton sekitar 4,5 juta orang, muncul kabar sumbang tentang pernikahannya dengan perempuan yang sama-sama berasal dari Belitong.

Pertanyaannya, mengapa baru sekarang gugatan itu mencuat? Konon karena Andrea pernah menyampaikan kepada publik bahwa dirinya belum pernah menikah. Pernyataan itu membuat sang perempuan, Roxana, protes. Kemudian sedikit demi sedikit fakta terungkap. Dari pihak Andrea menyampaikan bahwa benar pernah ada pernikahan namun kemudian disusul dengan permintaan pembatalan begitu mengetahui Roxana masih berstatus istri orang lain. Kebetulan, setelah perhelatan pernikahan, Andrea harus pindah tugas ke Surabaya, dan saat itulah telepon dari suami Roxana diterimanya.

Dalam waktu yang ringkas, pelbagai media cetak dan elektronik berlomba memperoleh perkembangan berita secara akurat. Secara bersamaan, Andrea masih sibuk dengan promosi film Laskar Pelangi, sekaligus menyiapkan peluncuran buku bagian terakhir dari tetraloginya itu. Maryamah Karpov.

Dapat dibayangkan, bagaimana perasaan pengarang yang sedang menjulang namanya dengan sebuah karya yang fenomenal sekaligus membumi dengan mengangkat ketimpangan sosial dan masalah pendidikan di kawasan terbelakang meskipun hasil alamnya (timah) sangat berlimpah. Selintas kita jadi berkesimpulan, andai kasus yang terakhir juga jadi unik, membuktikan bahwa kehidupan Andrea memang layak jual.

Dari sisi ketenaran dan sikap penggemar yang memperlakukan Andrea sebagai selebriti, memang sudah sepantasnya seorang pengarang mendapatkan posisi seperti artis film dan seni lainnya. Bagaimanapun pengarang adalah seniman, sang kreator. Di luar negeri, penghargaan terhadap seorang penulis cukup membuat novelis di Indonesia merasa iri. Mulai dari honor yang diterimanya sampai pada jati diri yang membuatnya pantas berdiri sama tinggi dengan bintang film atau atlet nasional.

Setelah Habibburachman El-Shirazy dikenal luas berkat novelnya Ayat-Ayat Cinta, masa keemasan seorang penulis (yang pernah dialami oleh Hilman Lupus dan Eddy D. Iskandar) datang kembali. Orang-orang (pembaca) mungkin sudah jenuh dengan karya terjemahan dan kisah yang selalu mengembara ke awang-awang. Laskar Pelangi, yang semula ditulis sebagai persembahan bagi seorang guru yang mengajar Andrea di SD Muhammadiyah, Ibu Muslimah, bicara tentang realitas Belitong di awal 80-an. Terlepas dari heroisme yang digambarkan sedikit berlebihan dalam bukunya, sang pengarang sedang memberikan motivasi luar biasa bagi pelajar negeri ini.

Dengan demikian, di mana pun Andrea berada, saat ini, terutama dalam event promosi bukunya, akan menjadi episentrum bagi para penggemarnya. Bukunya yang terakhir, Maryamah Karpov, diluncurkan 28 November di MP Book Point, Jakarta Selatan. Iklan besar dipasang di harian Kompas menjelang launching. Apa yang terjadi? Pada hari peluncurannya itu, bukunya laku sebanyak 30 ribu eksemplar. Fakta yang nyaris mendekati peristiwa terbitnya buku serial Harry Potter di negeri asalnya, pihak toko buku menjemput Maryamah Karpov di gudang distributor, bahkan ada yang berniat mengambilnya langsung dari percetakan.

Pada kesempatan itulah, Andrea Hirata mengajak pengacaranya untuk memberikan keterangan pers tentang perkara yang sedang dihadapi. Begitulah, popularitas senantiasa bersanding duri. Mungkinkah jika Andrea tetap menjadi pegawai kantor PT Telkom yang biasa-biasa saja, kasusnya ini bakal mencuat? Belum tentu.

Malam itu, selain Andrea Hirata, hadir juga para pendukung film Laskar Pelangi. Antara lain: Mathias Muchus, Cut Mini, Ikranegara, dan penggubah lagu ”Laskar Pelangi”, Giring Nidji. Andrea menyampaikan kepada penggemarnya, bahwa Maryamah Karpov sengaja diluncurkan saat film Laskar Pelangi turun dari bioskop Jakarta.

Ketika seseorang menanyakan berapa lama ia menulis Maryamah Karpov, Andrea menjawab: ”Pada dasarnya saya menulis dalam waktu singkat. Artinya, kalau diakumulasikan, kurang lebih sebulan saya menulis buku itu.”

Apa yang menarik dalam bagian terakhir tetralogi yang ditunggu-tunggu banyak pembaca itu? Konon di buku itu terjawab semua mimpi para tokoh dalam Laskar Pelangi, di antaranya Ikal, Lintang, dan Arai. Dalam buku itu pula Andrea mengangkat peran perempuan. Bahkan, lantaran tingginya animo pembaca terhadap buku itu, sempat beredar novel palsunya di pasaran.

Hadirin tetap menyambut Andrea dengan setengah histeria, seolah-olah semua melupakan kasus yang sedang menghadangnya. Dalam obrolan santai, Haidar Bagir, pemimpin Mizan Group berseloroh: ”Ayo kita lihat besok di televisi, lebih banyak mana porsinya antara pembahasan tentang Maryamah Karpov dan gosip pengarangnya?”

Apa pun yang hendak terjadi di kemudian hari, mungkin tinggal ditentukan oleh sikap terbuka Andrea dan peran media. Apakah hukum (perkawinan) di Indonesia masih dapat diminta pertanggungjawabannya? Di luar semua masalah yang sedang memusingkan Andrea, kenyataan yang muncul di tengah khalayak ramai adalah melonjaknya penjualan Maryamah Karpov dari hari ke hari.

Kasus harus tetap diselesaikan. Bahkan munculnya tokoh Roxana akan menjadi kontributor tersendiri bagi popularitas Andrea dari sisi yang lain. Bukankah seorang selebriti harus siap menghadapi hal-hal seperti itu?

(Kurnia Effendi)

 

 

 

0 Comments:

Post a Comment

<< Home