Membuka Jaringan Ekonomi dan Politik
Di balik kisah berdarah-darah kerja paksa di masa Gubernur Jenderal Daendels yang memilukan, ada manfaat yang kini dipanen oleh generasi berikutnya. Jalur jalan yang menghubungkan kota-kota sejak Anyer (pantai di Provinsi Banten, kini) sampai dengan Panarukan (Provinsi Jawa Timur) telah membuka pelbagai kemungkinan yang merujuk pada kemajuan. Pekerjaan itu berlangsung sekitar 200 tahun yang lalu, tepatnya mulai 5 Mei 1808. Dalam satu tahun, jalan raya sepanjang 1100 Km terwujud. Kini jalan itu, sejak Cikampek, Cirebon, sampai ke ujung timur, dikenal dengan nama Jalur Pantura.
Sebuah ekspedisi sebelas hari telah dilakukan oleh tim harian Kompas. Sejak tanggal 15 sampai 25 Agustus 2008 yang lalu, mereka memulai perjalanan napak tilas dari Anyer. Dilepas oleh Gubernur Provinsi Banten Atut Chosiyah, perjalanan panjang itu menggunakan sepeda. Sebuah petualangan yang melelahkan sekaligus menyenangkan, melibatkan 10 atlet sepeda profesional, 3 karyawan Kompas-Gramedia, dan seorang pehobi sepeda dari komunitas pencinta onthel.
Hasil dari perjalanan tersebut berupa foto dan laporan jurnalistik. Foto-foto menarik dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta, yang dibuka pada Jumat 14 November, bersamaan dengan peluncuran buku yang merangkum hasil tulisan tentang Anyer-Panarukan. “Jalan (untuk) Perubahan”, itulah subjudul yang ditampilkan baik dalam buku maupun pameran fotografi.
Apa pemicu pembangunan jalan terpanjang (dalam satu proyek) yang pernah dilakukan oleh sebuah negeri jajahan? Mulanya Daendels, yang diangkat oleh Raja Belanda Louis Napoleon pada 29 Januari 1807, bertugas ke Semarang pada 29 April 1807. Pengalaman perjalanan yang tak mulus itu menyulut gagasan untuk membangun jalur transportasi yang akan membuka hubungan antarkota di Pulau Jawa. Agaknya ia melihat potensi besar di bidang ekonomi. Dengan demikian, salah satu mandatori yang diterimanya (dari 37 pasal), yakni mempertahankan Pulau Jawa dari serangan armada musuh akan lebih mudah dilaksanakan.
Sepulang dari perjalanan itu, Daendels di Batavia mengeluarkan maklumat untuk membangun jalan dari Buitenzorg (Bogor) menuju Cirebon. Bulan Juli 2008, Daendels berada di Semarang, memerintahkan untuk memperbaiki jalan-jalan desa yang sudah ada. Dihubung-hubungkan dari Cirebon sampai ke Surabaya. Proyek itu mempertemukannya dengan 38 bupati, untuk meletakkan tanggung jawab soal biaya dan tenaga kerja. Pembangunan jalan itu berakhir di Panarukan pertengahan Juni 1809.
Ada cerita (mungkin fakta, namun tak dijumpai arsip pendukungnya) bahwa ketika pekerjaan jalan yang kemudian dikenal sebagai Jalan Raya Pos (Grote Postweg) itu sampai di kawasan Cadas Pangeran, ada perlawanan dari Bupati Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX (yang dikenal dengan nama Pangeran Kornel). Sebuah penanda berupa patung, Pangeran Kornel bersalaman dengan Daendels menggunakan tangan kiri menjadi simbol kebanggan masyarakat Sumedang.
Tak dapat dipungkiri, bahwa setelah beratus tahun kemudian, terbukti ”jasa” Daendels untuk menghidupkan perdagangan di Pulau Jawa. Meskipun sebelumnya dari Anyer menuju Batavia sudah ada jalan desa, dengan sambungan melaui Cianjur, Bogor, Majalengka, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Tuban, Surabaya, sampai Panarukan, penempuhan jalur ekonomi dari ujung barat ke ujung timur menjadi lancar.
Herman Willem Daendels menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Timur cukup singkat, 1807 sampai 1811, namun peninggalannya telah menorehkan sejarah yang dikenang hingga sekarang: baik dari kekejamannya maupun dari manfaat yang ditinggalkannya. Selanjutnya kota-kota tumbuh, penduduk bertambah, dan politik pun berkembang. Upaya yang ditempuh untuk kepentingan Hindia Belanda, justru dimanfaatkan juga oleh kaum pribumi untuk banyak belajar.
Pulau Jawa diyakini sebagai tanah yang memiliki kualitas kesuburan untuk banyak jenis tanaman. Politik tanam paksa membuktikan hal itu. Tembakau, tebu, teh, kopi, kapuk randu, dan banyak lagi. Kopi Jawa menurut sejumlah pakar, merupakan yang terbaik di dunia. Kapuk Jawa juga memiliki keunggulan yang kemudian terlupakan. Sedangkan kualitas teh, yang dipetik dari perkebunan luas, hingga kini menjadi peninggalan yang terus dipelihara.
Dari sisi politik, mungkin Daendels menjadi tokoh antagonis yang di belakang hari justru dikenang karena jasa-jasa kebijakannya. Mungkin ini bukan analogi yang tepat, tetapi pencitraan kembali Soeharto oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai guru bangsa yang meninggalkan banyak manfaat, mirip dengan hubungan sebab akibat itu. Dalam masa pemerintahannya yang panjang, 32 tahun, tentu banyak nilai positif yang telah diperbuatnya. Namun di pengujung tahtanya justru banyak kebijakan yang menjadi bumerang bagi kewibawaannya.
Politik selalu memakan korban, karena kepentingan di atas segala-galanya. Ketika keputusan membangun Jalan Raya Pos, ada kepentingan bisnis dan politik sang penjajah untuk mempertahankan Hindia sebagai negeri yang menjadi pemasok kekayaan Belanda melalui hasil rempah-rempahnya. Perdagangan yang didasari niat menguasai, telah melahirkan banyak kebijakan politik, seperti kerja paksa, tanam paksa, balas budi, sampai memecah belah (devide et impera). Bagi rakyat yang ingin bangkit, kesempatan mendapatkan pendidikan, baik di tanah Hindia maupun di Nederland, mereka gunakan sebaik-baiknya. Artinya di sela-sela kegetiran yang menimpa banyak penduduk Nusantara, silih berganti para raja bertahta, akhirnya lahir kaum intelektual seratus tahun kemudian, dengan bendera Boedi Oetomo.
Kita sudah dapat menebak maksud di balik prakarsa dan wacana PKS, meskipun menurut pengamat politik Arbi Sanit belum tentu efektif. Namun demikian, alasan rekonsiliasi untuk menghindari permusuhan antar-generasi cukup menarik. Bagaimanapun, untuk maju ke depan dengan menyongsong harapan yang lebih baik, syaratnya harus belajar dari sejarah dan mengambil sisi baiknya. Sisi baik Daendels, melalui tilas yang kini menjadi jalur pantai utara, dapat menutupi cara memerintahnya yang tidak manusiawi. Mungkin mirip dengan pembangunan The Great Wall di China.
Kini, dalam era politik yang lebih demokratis sejak masa reformasi, setiap usaha untuk mendapat dukungan secara luas akan ditempuh setiap partai poltik. Dengan membuka jaringan (kini melalui teknologi informasi) komunikasi, hubungan dagang, politik, sosial, dan budaya mudah terjalin. Setelah terminologi Anyer-Panarukan, Kebangkitan Nasional, dan tumbangnya Orde Baru, kira-kira apa yang akan terjadi di negeri ini untuk melompati puncak sejarah berikutnya?
(Kurnia Effendi)
3 Comments:
chenlina20150627
michael kors outlet
abercrombie & fitch new york
oakley sunglasses
air max 95
coach outlet
abercrombie and fitch new york
burberry handbags
lv outlet
jordan retro 13
kobe 9
michael kors outlet
louboutin shoes
christian louboutin shoes
louis vuitton
gucci outlet online
michael kors
gucci belt
true religion sale
louis vuitton handbags
oakley sunglass
christian louboutin sale
air max 95
gucci outlet
timberlands
christian louboutin outlet
coach outlet store online
jordan 5
louis vuitton
chanel uk
burberry bags
prada outlet
toms shoes
true religion
retro 11
cheap toms
pandora uk
cheap jerseys wholesale
true religion outlet
ncaa jerseys
cheap ray bans
chenlina20160505
air jordan 13
christian louboutin outlet
cheap jordan shoes
louis vuitton
michael kors outlet
ray bans
michael kors
burberry outlet
nike air jordan
kobe 11
juicy couture
true religion
nike uk
air max 90
replica watches
ray ban sunglasses
longchamp bags
ray ban sunglasses outlet
jordan 11 concord
fitflop sandals
coach outlet
oakley sunglasses cheap
louis vuitton outlet
adidas originals
basketball shoes
true religion sale
tiffany and co
nfl jerseys wholesale
ugg boots
louis vuitton purses
christian louboutin sale
ray ban sunglasses
cheap nfl jerseys
coach outlet
nike roshe flyknit
lebron james shoes 13
cheap air jordans
coach factorty outlet
louis vuitton outlet
polo ralph lauren outlet
as
zzzzz2018.8.29
nike shoes
ray ban sunglasses
nfl jerseys
canada goose uk
coach outlet
kate spade outlet
coach outlet
golden goose sneakers
christian louboutin shoes
ultra boost 3.0
Post a Comment
<< Home