Saturday, November 08, 2008

Peran Pemuda Setelah 80 Tahun Bersumpah

Sumpah Pemuda

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Apa hubungan hari Sumpah Pemuda dengan Bulan Bahasa? Salah satu bunyi ikrar pada Sumpah Pemuda menyatakan pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan antar-suku di Nusantara. Bahasa Indonesia “dilahirkan” pada 28 Oktober 1928, bersamaan dengan Kongres Pemuda yang kedua.

Ketika semua warganegara telah berumah sendiri di tanah air kepulauan ini, keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan dijaga sampai titik darah penghabisan. Kebangsaan yang dibentuk oleh sejarah panjang penderitaan, sangat mahal bila dibiarkan terpecah kembali. Kesadaran berbagai organisasi pemuda, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, untuk bersatu, tumbuh ketika menghadapi musuh bersama.

Bagian paling lentur untuk dikembangkan sebagai elemen budaya dalam sumpah
Pemuda adalah baha
sa. Bahasa Indonesia yang berakar bahasa Melayu, serumpun dengan Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam; mencapai jatidirinya dengan sejumlah serapan. Anehnya, Belanda yang telah menjajah negeri Hindia sepanjang tiga setengah abad, tidak mendominasi bahasa Indonesia. Serapan terbesar, sekitar 35% justru datang dari bahasa Arab.

Hal ini mungkin menarik untuk diteliti lebih jauh. Barangkali perkembangan agama Islam menjadi kontributor, sehingga banyak kosa kata dipetik karena tak ada padanannya secara tepat dalam bahasa Melayu. Sejumlah istilah seperti: adil, hukum, rejeki, sabar, hakim, nasib, haram, ahli, kitab, dan nama-nama hari; dipetik dari khazanah bahasa Arab.

Bahasa mengandung cita rasa. Sebagai ‘pohon’ yang berakar budaya, bahasa telah berbuah sastra. Selain sebagai alat komunikasi lisan, bahasa merambah cabang kesenian, seperti misalnya drama, film, lagu, operet, serta banyak lagi. Wajar jika bahasa mendapatkan tempat dan waktu perayaan, dinamis, dan terus berkembang.

Lalu sejauh ini, apa peran pemuda untuk mempertahankan bangsa Indonesia? Jiwa kebangsaan karib dengan nasionalisme dan patriotisme. Jiwa kebangsaan secara doktrin tersamar dibangun melalui penataran P4 di masa lalu. Karakter bangsa berdasarkan Pancasila disuntikkan sejak sekolah dasar, namun tidak sejalan dengan perilaku para orang tua. Tindakan korupsi di mana-mana, pornoaksi di kalangan parlemen, perdagangan manusia untuk bursa seks di luar negeri, tentu bukan hasil yang diharapkan dari pancasilaisme. Jauh panggang dari api.

Mungkin karena fondasi yang rapuh, pembentukan mental dan moral berdasarkan Pancasila menjadi gugur. Kelima sila yang menyatu harmoni sebagai dasar negara tidak pernah salah, karena buah yang dipetik sekarang disebabkan oleh faktor manusia. Kaum muda, sejak zaman sebelum merdeka sudah dikenal sebagai komunitas yang penuh gagasan. Itu tak dapat dipungkiri dari catatan sejarah.

Tahun 1908, misalnya. Pada tanggal 20 Mei seratus tahun lampau, sejumlah pemuda menggagas tentang Indonesia masa depan melalui Boedi Oetomo. Dua puluh tahun kemudian, kembali kaum muda menyatakan diri bersatu untuk memerangi penjajah. Keberanian mengikrarkan sumpah, menjadi titik tolak menuju konsep baru tentang upaya kemandirian dalam berbangsa. Perpecahan atau perjuangan parsial yang kekuatannya selalu dapat dikalahkan oleh Belanda, sampai kapan pun tak akan menang. Ide persatuan membuktikan bahwa bahu-membahu menuju satu harapan akan lebih memberikan hasil.

Pemuda, barangkali memang tak boleh menjadi tua. Pemuda Soekarno yang kharismatik dan brilian itu memesona di awal pendirian Negara Indonesia. Keinginan menjadi presiden seumur hidup dan toleransi terhadap partai komunis menjadi titik lemah yang langsung direbut oleh generasi berikutnya.

Keberanian pemuda Soeharto mengambil keputusan, lebih cepat dari Abdul Harris  Nasution, telah mengantarkan anak desa itu menjadi pemegang tongkat estafet kepemimpinan. Konsep Repelita dan Pelita (Pembangunan Lima Tahun), seperti merevisi politik mercu suar dengan taktik yang lebih jitu. Pelita dibuat bertahap-tahap, sehingga seolah ada kewajiban untuk menyelesaikannya sampai periode kelima. Negara agraris Indonesia berubah menjadi negara industri. Langkah-langkah kebijakan ekonomi dan moneter disusun dengan tujuan membangun imperium. Pada 15 Januari 1974, pemuda mahasiswa menolak investasi Jepang yang dicemaskan akan ‘menjarah’ Indonesia. Peristiwa pembakaran produk Jepang, terutama mobil, melibatkan tokoh Hariman Siregar.

. Seorang presiden lagi-lagi harus bertambah usia, matang dalam poltik, dan akhirnya kembali lupa diri. Mendiang Pak Harto lupa pada satu tugas mulia, yakni mendidik pemimpin berikutnya sebagai regenerasi. Kursi presiden ingin didudukinya selama mungkin. Kalau perlu diwariskan kepada anak cucu, seperti halnya tahta kerajaan. Namun, sebagai negara demokrasi, para pemuda yang sudah menyaksikan pelbagai praktik penyimpangan penyelenggaraan negara tak tinggal diam.

Akhirnya seorang presiden harus kembali menghadapi pemuda (nahasiswa) yang hak-haknya sebagai pemimpin dan pengelola pemerintahan telah diabaikan. Desakannya terhadap istana dan parlemen agar Soeharto lengser menuai hasil. Gerakan reformasi itu telah menumbangkan pemerintahan (jenuh) yang bercokol selama 32 tahun.

Gagasan reformasi untuk mengubah iklim KKN bagus secara teori. Namun keran demokrasi yang dibuka lebar, nyaris menghilangkan rasa hormat antara satu sama lain. Pemuda yang dulu menyuarakan aspirasi rakyat mulai tidak fokus pada tujuan awal. Kesempatan untuk berkiprah, karena selama ini tidak mendapat pendidikan politik yang sehat, terasa benar kesenjangannya. Ada perebutan kekuasaan di pelbagai strata, melalui partai politik yang misi-visinya tidak menunjukkan perbedaan signifikan satu sama lain.

Sepuluh tahun berlalu dengan degradasi moral pejabat yang semakin terang-terangan ditunjukkan. Untunglah di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada ikhtiar untuk melaksanakan pemberantasan korupsi melalui tangan KPK. Saat ini, pemerintahan SBY-Kalla sedang diuji janji dan keberaniannya untuk tidak pandang bulu. Ketika Aulia Pohan, mantan pejabat tinggi Bank Indonesia yang menjadi besan Pak Presiden dinyatakan sebagai tersangka tindakan korupsi, merupakan dilema yang cukup berat. Popularitas SBY sedang diuji melalui kasus ini, dan tentu tahu jalan yang harus ditempuh demi memperjuangkan pemerintahan yang bersih. Cobalah berembuk dengan kaum muda. Libatkan generasi Fadjroel Rachman dan Rizal Mallarangeng untuk bersama-sdama memikirkan Indonesia masa depan. Sekali lagi jangan lupa menjalankan regenerasi sebelum terlambat.

Bukankah “laskar pelangi” dapat dirintis di mana-mana di seluruh wilayah negeri ini? Niscaya, kesinambungan yang dilaksanakan secara bertahap melibatkan peran kaum muda yang segar dan dinamis, akan menghindarkan terulangnya sejarah buruk politik.

(Kurnia Effendi)

 

 

 

0 Comments:

Post a Comment

<< Home