Kartu Pos Panjang untuk Ryana Mustamin
"Buat Nana"
Nana, jangan merasa bersalah. aku tak pernah bermaksud melupakan siapa pun. kalau nana 'keluar' dari lingkaran pergaulan sastra karena kesibukan pekerjaan dan keluarga, tentu tidak keliru. dunia sastra tidak pernah merasa mendaftar dan mencoret nama seseorang. tinggal kembali lagi bergabung dan bertukar-sapa ketika waktu senggang telah berpihak. sementara aku ingin, di antara padatnya pekerjaan, tetap kuciptakan waktu jeda sekadar untuk menyeimbangkan diri. setiap ada acara yang aku sempat datang, maka aku hadir di sana. dengan tujuan terus menimba ilmu. mencari pencerahan dari pikiran-pikiran orang yang kulihat senantiasa bercahaya. bukankah -- selain mencoba menempuh target berkarya -- aku ingin menambah satu orang sahabat setiap hari? dan bukankah tugasku (menurut tulisan Nana di kolom berjudul "Kurnia") adalah hanya menulis? apa pun komentar orang, sepanjang tidak bermaksud menyakiti pihak lain, aku ingin tetap menulis. karena menulis menyempurnakan kegemaran membaca: setelah memetik buah pikiran orang lain, alangkah adilnya jika aku membagi kembali dengan semacam pertambahan nilai kepada orang lain lagi.
Nana, aku justru terharu dengan keringantangananmu selalu menyimpan dan memelihara sejumlah tulisanku yang aku sendiri tak tahu akan seperti apa nasibnya kelak. kupikir hanya dengan ketulusan para sahabat, maka segala jejak itu tetap tertera meskipun bentuknya mungkin makin samar. nah, karena seringnya aku menuliskan segala yang kulihat, kurasakan, kudengar, dan kualami, pada setiap pertemuan atau peristiwa, entah pendek atau panjang, lantas seseorang yang menjadi moderator di milis Klub Sastra Bentang menulis email pribadi seperti ini: "kang, tulisan-tulisanmu yang merekam setiap peristiwa sastra itu sangat menarik, ada baiknya dibuat blogger. saya bersedia membantu jika setuju." tentu aku setuju dan gembira bukan main. aku yang gagap teknologi, rasanya terlampau angkuh untuk menolak uluran tangan seperti itu. maka suatu hari jumat saat libur nasional, tak jauh dari hari ini, Adhika Dirgantara bersedia bertemu di sebuah resto untuk membicarakan maksudnya yang mulia itu. lalu pertemuan bergeser ke sebuah warung internet. lalu, rasanya tak sampai setengah jam, blogger itu jadi. adrakadabra! mungkin karena aku bukan seorang pembangkang dan selalu berpikir cepat saja, maka bentuk-bentuk yang ditawarkan kepadaku segera kusambut dengan keputusan yang tak berlarut. di sanalah kemudian aku menulis kata pertama: halo dunia!
Nana, tahukah dikau? sahabatku ini 'mengancamku': "kang, tak boleh berhenti menulis! jika blogger ini tak pernah diupdate, lebih baik kita tak berteman lagi!" wah, 'anak kecil' itu berani menekanku. tentu saja aku agak gemetar. aku mengangguk dan berjanji untuk terus mengisi blogger dengan rajin. apa pun yang terjadi. oleh karena itu, kuciptakan 'mesin' ganda untuk keperluan itu. yang semula aku menulis hanya untuk sebuah kepuasan batin, bisa kapan saja, sesuai keinginan saja; kini aku menulis untuk sebuah komitmen. satu mesin ini, suatu saat, akan kujadikan kuda tunggangan yang mungkin membuat diriku merasa heran: menulis jadi seperti menarik nafas. ya, sebuah kebutuhan!
Nana, jangan merasa bersalah. aku tak bermaksud melupakan siapa pun. bahkan seandainya orang lain melupakanku. aku menyapa siapa saja, dengan tulisan untuk siapa saja: guru-guru kita, para sahabat, para 'pesaing', adik-adik yang ingin belajar sastra, bahkan orang awam dari segala latar belakang. semua segmen ingin kusentuh, kudekati, dan lebih daripada itu, ingin kupahami. karena semakin memahami mereka, bertambahlah wawasan kita.
Nana, silakan berkunjung ke blogger-ku, sekadar untuk duduk santai sambil mencicipi 'hidangan' tulisan yang ringan dan berusaha tetap ramah. tulisan tentang "proses kreatif" itu disusun ulang untuk memenuhi undangan Matabaca, yang memintaku menjadi pembicara pada acara "pelatihan penulisan kreatif" di tengah-tengah Gramedia Fair, yang berlangsung tanggal 6 mei 2006 di ruang cempaka 4, istora senayan. peserta yang semula ditarget 90 orang ternyata berkembang menjadi 120 orang, sehingga terpaksa menambah jumlah kursi. di sana aku mendampingi mbak Naning Pranoto yang memang sudah pakar dalam urusan pelatihan seperti itu. tapi tak apa dengan membeludaknya peminat. semakin banyak orang ingin pandai menulis, menunjukkan semakin berbudayanya bangsa ini.
Nana, sampai ketemu dalam perbincangan berikutnya. aku berterima kasih atas rasa sayangmu terhadap karya-karya puisiku. salam
kurnia effendi
0 Comments:
Post a Comment
<< Home