Tuesday, July 04, 2006

KARMAPALA, Nyanyian Hati Trie Utami

Siapa tak kenal Trie Utami? Benarkah Trie Utami membuat buku?

Pertanyaan pertama mudah dijawab. Bagi penggemar acara Akademi Fantasi Indosiar, nama Trie Utami tentu sangat familiar, sebagai juri tetap kompetisi penyanyi remaja yang digodok dalam sebuah pendidikan asrama, yang telah berlangsung lebih dari 4 generasi itu. Sementara bagi pecinta musik Indonesia, nama Trie Utami dikenal sebagai salah satu diva penyanyi Indonesia era awal 90-an, (satu angkatan dengan Ruth Sahanaya), dan pernah menjadi vokalis grup band Krakatau. Tetapi untuk pertanyaan kedua... mungkin perlu serangkai pembuktian untuk meyakinkan diri kita.

Karmapala, The Silent Love, adalah judul buku pertama Iie, panggilan akrab Trie Utami, yang bersub-tajuk: Nyanyian Hati Trie Utami. Makna 'nyanyian' agaknya tidak semata simbolik, karena ternyata setiap puisi di awal bab pada bukunya itu memang berupa lagu (Iie menyebutnya 'gita') yang diciptakannya sendiri. Dan kebetulan saya pernah mendengar salah satunya, yang berjudul Dewa Kupinta atau 'dharma shmara', didendangkan dengan syahdu oleh Trie Utami pada sebuah acara diskusi.

Buku tipis 120 halaman ini diterbitkan oleh Gagas Media pada bulan Januari 2006. Isinya bukanlah novel biasa, karena ditulis dalam bentuk prosa lirik. Terbagi dalam 10 serat (bab) yang terdiri dari: Enigma (dharma karana), Shakuntala (dharma apurva), Dewa Kupinta (dharma shmara), Tarian Rembulan (dharma buddhaya), Kasmaraniku (dharma sembah), Batas Sekat (dharma rindu), The Silent Love (dharma bissu), Lao Gong (dharma kanthi), Klangenan (dharma vidhya), dan Gong Xi Fa Cai (dharma lakcana). Kata-kata tersebut boleh jadi terasa asing, tak biasa, tentu karena mengambil falsafah Hindu. Pilihannya itu memancing pertanyaan saya: "Mengapa pendekatan karya 'cinta' ini melalui Hindu? Dan kenapa prosa lirik?"

Trie Utami mengaku tidak sempat berpikir akan memilih ini atau itu, karena setiap berkesenian, seolah-olah masuk ke dalam dimensi yang lain. Dia membaca dan belajar semua kitab, karena tertarik untuk mengenal cara-cara Tuhan memperkenalkan diri pada setiap zaman. Dan pada Hindu ada semacam lapisan eksotisme yang berbeda baginya.
Mengenai prosa lirik sebagai medium penyampaiannya, ia menyadari tidak ahli dalam genre / jenis tulisan apa pun, dan menganggap dirinya hanya berperan sebagai media dari ilham-ilham yang datang padanya. "Saya nggak ngerti apa-apa, kok. Silakan mau ditafsir seperti apa..." demikian cara Trie Utami merendahkan hati.

Kita tahu, bahwa Trie Utami mengalami kegagalan dalam cinta (perkawinan), toh tema cinta juga yang dikemukakan. Meskipun berupa cinta sunyi. Dengan tokoh utama Shakuntala, seorang budak yang dicintai rajanya. Keunikan dan keindahan dari cerita cinta itu, justru terletak pada penolakan Shakuntala untuk menjadi sejoli yang terikat perkawinan. Sebab, seperti juga materi, perkawinan akan membuat cinta itu menjadi terbatas. Sedangkan ia (Shakuntala) ingin terus merasa saling memiliki melalui berulangkali kelahiran. Duh, abadinya perasaan cinta itu! Juga unik. Seperti cara Rabi'ah al-Adawiyah yang mencintai Tuhan dengan sebuah penyerahan total.

Ada baiknya saya kutip sedikit ungkapan "Nyanyian Hati Trie Utami" itu, dari halaman 75:

"Raka... Raka... Raka...
Sejak kelahiranku yang pertama
Sejak duniaku masih dihuni para dewa
Suratan hidupku adalah guratan supata

Penantianku tiadalah akan sia-sia...
Sebab pada kelahiran di setiap masa
Tiada yang lebih berharga
Dari perjalanan suci sebuah Karma..."

Demikianlah, begitu indahnya kata-kata yang dipilih. Serangkaian metafor yang sepatutnya menjadi bagian dari puisi panjang. Pelbagai ungkapan yang mengandung serapan dari bahasa ritual Hindu, mengesankan kisah cinta ini menjadi lebih sakral. Kepedihan tersembunyi dalam gairah cinta, atau kebahagiaan merupakan inti dari duka yang mendalam. Begitu tipisnya batas antara asmara dan rasa sakit, seperti tersurat pada halaman 102:

"Dewata... Engkau memberikan cinta yang tiada habis, walau dalam kepedihan. Engkau memberiku yang tiada mampu aku lakukan... mencintainya dalam nestapa dan remuk-redam."

Jadi apa sebenarnya arti Karmapala? Itu 'buah perbuatan', demikian kata pengarangnya, yang terjadi oleh hukum sebab-akibat yang pasti. Dalam Islam barangkali disebut sebagai sunatullah. Sesuatu yang menjadi bagian dari takdir, yang tak terubahkan.

Buku ini merupakan hasil karya tulisan Trie Utami yang pertama. Disusun dan diselesaikan pada tanggal 12 Februari 2005. Mengendap hampir setahun sebelum diterbitkan oleh Gagas Media (yang sebelumnya hanya menerbitkan jenis novel). Setelah buku ini, Iie menulis sebuah novel berjudul "Cinta Setahun Penuh", dan mungkin akan terus ketagihan untuk menulis buku demi buku.

Setidaknya, sebagai penyanyi, Trie Utami telah menyumbangkan cerita yang dapat disenandungkan. Atau sebaliknya, lagu yang berkisah, yang memperkaya khazanah bacaan di Indonesia.

(dimuat di kolom Buku, Koran Tempo, 2 Juni 2006)