Seratus Hari Gempa Jogja di Mata Penyair
NESTAPA, seperti juga takdir, tak semata dirajahkan pada telapak tangan, sehingga kita mungkin mampu membacanya sejak awal. Ketika maut datang dalam bentuk yang tak terpikir oleh kita, bahkan Tuhan seolah menghendaki kita tak siap. Membayangkan kelemahan manusia, kadang-kadang muncul perasaan ganjil, namun itulah yang terjadi. Sebagaimana puisi-puisi dalam buku ini.
Kesedihan pada akhirnya sulit diwakili kata-kata. Tapi bukan berarti pelukisan itu kita hindari. Sebagai keprihatinan paling sederhana, kita mencoba melakukan seperti yang tersurat pada judul salah satu puisi dalam buku ini: Kalau Bukan Penyair, Lalu Siapa? Bahkan, sekalipun (seperti yang juga diangkat sebagai judul puisi): Kita Selalu Terlambat, akan tetap lebih baik daripada tidak sama sekali. Dengan cara dan sudut pandang masing-masing, para penulis puisi (atau kita sebut penyair?) diberi kesempatan untuk menyampaikan empati, reaksi, simpati, sikap, dan pandangannya terhadap sebuah musibah besar dengan kata-kata. Dengan bahasa. Dengan sederet aksara.
Hampir kita tak percaya.
Kini, peristiwa itu telah berlalu seratus hari. Atau baru seratus hari? Waktu sangat lambat beranjak ketika seluruh gerak kehidupan diliputi perasaan duka. Ketika sejumlah hari merupakan rangkaian kesulitan, setelah pengalaman kehilangan yang luar biasa menyedihkan. Sementara uluran tangan para relawan, bantuan dari banyak penjuru, tak sekaligus mampu membuat mereka bangkit berdiri. Selain fisik yang memang kehilangan daya, sesungguhnya perasaan mereka lebih terpuruk. Trauma menyebabkan situasi dan kondisi batin mereka kehilangan harapan. Jalan seolah buntu, masa depan berwarna gelap. Apakah kehidupan harus berhenti?
Dukalara itu tak hanya dirasakan oleh saudara-saudara kita yang tak lagi memiliki apa-apa, selain atap langit. Kata seorang penyair: “Jogja datang kepadaku dengan tubuh penuh luka…” Melihat itu, kita semua gemetar. Kita disadarkan pada sebuah kekuatan yang tak terjangkau khayalan. Ada Maha Empu yang berkuasa atas peristiwa ini. Seperti kesaksian penulis puisi paling belia: …tembok-tembok digelombangkan… Ya. Atas nama alam kita hanya boleh pasrah, karena memang bukan harus dilawan. Meskipun manusiawi jika kita merasa murka, kecewa, dan sempat menilai peristiwa ini sebagai ketidakadilan. Tetapi siapa sanggup mengurai misteri bumi dengan keterbatasan daya pikir kita?
Seratus hari tak serta-merta menghapus luka itu. Sedu sedan masih terdengar di bilik hati masing-masing. Getaran gempa masih terjadi sesekali. Negeri ini, setelah Aceh dan Nias, masih menyimpan nyeri. Setelah Jogjakarta, bahkan kemudian Pangandaran dan Cilacap juga dicium tsunami. Satu demi satu reruntuhan perlu ditata kembali. Dengan jiwa yang perlahan bangkit lagi. Kita, yang dekat maupun jauh dari ukuran jarak, terus berusaha mengobati. Di antaranya dengan cara menulis puisi.
Ekspresi yang diungkapkan dengan pelbagai perasaan itu perlu wadah. Di antaranya, tentu media
***
KOMUNITAS Sastra Indonesia (KSI), yang dibentuk sepuluh tahun yang lalu, merupakan himpunan sejumlah komunitas pegiat sastra yang tersebar di Jabotabek. Pendirinya antara lain, untuk menyebut beberapa nama, adalah Wowok Hesti Prabowo, Diah Hadaning, Iwan Gunadi,
Ketika seratus hari yang lalu gempa bumi tektonik mengguncang Jogja dan sekitarnya, kami terhenyak dan menyadari, bahwa bencana tsunami Aceh bukanlah yang penghabisan. Terlepas dari cara Tuhan menguji atau (semoga tidak) menghukum manusia, ada kewajiban secara moral untuk mengulurkan tangan membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Banyak di antara mereka adalah seniman, para sahabat yang kerap saling bersilaturahmi dalam pelbagai acara sastra. Sisi paling dalam dari nurani kami pun tersentuh. Siapa yang akan membantu mereka jika bukan kita?
KSI, bekerjasama dengan banyak pihak (Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Komunitas Sastrawan Tionghoa Yin Hua, Bengkel Teater, dll), berusaha menggalang dana untuk meringankan beban mereka. Dengan menggelar pertunjukan seni di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, 9 Juni 2006 yang lalu, kiprah itu dimulai. Sumbangan yang terhimpun, termasuk melalui lelang buku “Seribu Merpati” dari komunitas Yin Hua, diantarkan langsung oleh para relawan yang terdiri dari KSI, Yin Hua, dan Serikat Buruh Indonesia. Disusul dengan kunjungan kedua ke lokasi gempa Jogja, setelah menyelenggarakan pameran dan lelang lukisan Galeri Cipta Taman Ismail Marzuki, persis satu bulan setelah peristiwa dahsyat itu.
Menjelang seratus hari gempa Jogja, yang jatuh tanggal
Maka sekali lagi (tapi bukan yang terakhir kali), KSI mengajak semua penyair
***
AKHIRNYA kami, Komunitas Sastra Indonesia dan juga Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, sangat berterima kasih atas perhatian dan keikhlasan para sahabat, para penyair, yang tersebar di seluruh Indonesia, juga di mancanegara, baik yang puisinya terhimpun maupun yang masih tersimpan dalam bank naskah kami.
Secara mendalam kami bersyukur kepada Allah SWT yang meletakkan tiap peristiwa dengan sebab-akibat yang demikian rahasia. Secara mendalam pula kami menaruh hormat atas tanggapan positif semua pihak, antara lain:
Mari buka jiwa kita untuk membela yang menderita. Mari pulihkan Jogja. Bahu-membahu seluruh Nusantara.
Kurnia Effendi
Ketua Program Buku JOGJA 5,9 SR
Komunitas Sastra
2 Comments:
chenlina20150627
chanel outlet
louis vuitton
gucci bags
marc jacobs outlet
abercrombie and fitch
soccer jerseys
michael kors uk
ray ban uk
ray ban sunglass
louis vuitton outlet
louis vuitton outlet
coach factorty outlet
jordan 3 infrared
louis vuitton handbags
celine handbags
ray ban outlet
insanity workout
louis vuitton handbags
toms shoes
oakley vault
michael kors
ray ban glasses
juicy couture outlet
celine handbags
true religion outlet
oakley outlet
michael kors outlet
burberry outlet
louis vuitton handbags
abercrombie and fitch
oakley sunglasses
hollister jeans
chanel outlet
michael kors
oakley sunglasses
christian louboutin outlet
adidas outlet
michael kors outlet
michael kors outlet
retro 11
versace jeans
adidas nmd
ugg outlet
michael kors outlet
ugg outlet
ray ban sunglasses
ray ban sunglasses
polo ralph lauren outlet
nike blazer pas cher
polo ralph lauren outlet
Post a Comment
<< Home