Thursday, September 14, 2006

WANITA

Tanggal 19 September 2006, pukul 09.00 sampai 14.00

di The Acacia Hotel, Jl. Kramat Raya

Akan berbicara sejumlah wanita istimewa. Tentu yang mereka sampaikan adalah hal-hal yang istimewa menyangkut peran wanita di masa depan.

Siapakah mereka?

1.     Dr. Meutia Hatta Swasono (Ibu Menteri)

2.     Dra. Setiawati (Deputi Menteri Pemberdayaan Wanita)

3.     Nova Eliza (Artis Sinetron)

4.     Ayu Dyah Pasha (Seniwati dan pengelola Event Organizer “Tikar”)

5.     Lola Amaria (Sutradara film “Betina”)

Jadi jangan lewatkan.

Saya menyambutnya dengan esai di bawah ini:

 

WANITA

 

SEBUAH novel karya Paul I Wellman, berjudul Wanita, pernah memesona perhatian saya kira-kira tiga puluh tahun yang silam. Paragraf pertamanya pernah saya hafal di luar kepala. Menggambarkan tentang kota Byzanthium yang molek serupa wanita, di masa kekaisaran Justinianus. Kini novel itu diterbitkan kembali menjadi satu jilid (dulu dua jilid) tebal oleh penerbit yang sama, dengan desain sampul berbeda. Tetapi rasanya tidak mengubah isinya.

Dan kini tetap saja memesona. Mungkin, pertama karena bahasa terjemahannya yang sanggup mewakili edisi aslinya. Kedua, karena berisi tentang drama besar perjalanan hidup manusia (perempuan) dari pojokselokanhingga ke kursi istana. Perjalanan yang penuh dengan intrik politik, dan sebuah kisah penaklukan luar biasa seorang wanita terhadap lelaki darah biru yang berkuasa. Penaklukan Theodora terhadap Justinianus. Penaklukan seorang pelacur terhadap lelaki terhormat.

Sedemikian kuatkah seorang perempuan untuk berada di garis depan? Pertanyaan ini akan meminta ingatan kita untuk menelusuri nama-nama seperti Siti Aisyah binti Abu Bakar, Tjoet NjaDhien, Dewi Sartika, Retno Dhoemilah, RA Kartini, Mother Theresa, dan seterusnya. Majalah Azzikra edisi April 2006, pernah mengedepankan lima wanita Indonesia yang memiliki reputasi internasional di bidang ilmu (biologi, antariksa, kimia, dan fisika). Tetapi kerap kali, atas nama kodrati, perempuan diletakkan di belakang garis. Saya teringat, sekadar contoh saja, honorarium artis Hollywood pun dibedakan antara lelaki dan perempuan. Antara Tom Cruise dengan Nicole Kidman misalnya.

Sementara itu, sejumlah pakar pemasaran dan motivator, menganggap bahwa saat ini dunia sedang memanjakan kaum wanita. Lagu “Woman” yang disenandungkan almarhum John Lenon, misalnya, pernah menjadi theme song seminar Hermawan Kartajaya, sepanjang satu tahun, setelah tahun sebelumnya “I Have A Dream.” Demikian juga lagu “Mother, How are You Today” menjadi pilihan pembicara yang lain. Dapat disimpulkan bahwa perempuan menjadi pusat perhatian karena dua hal: pertama, sebagai tujuanpasar’; kedua, sebagai potensi yang diandalkan.

Bayangkan apabila di dunia ini tidak terdapat semburat aura perempuan, tentu tak akan ada kemilau Byzanthium (seperti dalam novel Paul I Wellman) dan tak terlahir kota Paris. Mobil pun dirancang dengan warna-warna perempuan: vermilion, lavender, lilac. Telepon selular juga dilengkapi cermin dan aksesoris yang feminin. Bahkan kemudian, sebagai gaya hidup ataukelainan’, sejumlah besar kaum lelaki perlahan-lahan menjadi sang pesolek.

Terlepas dari yang abu-abu, sesungguhnya ada energi besar padatulang rusukitu. Dalam sebuah perumpamaan religius, ‘tulang rusuk’ Adam diambil untuk dijelmakan (dimanusiakan) sebagai Siti Hawa. Katakanlah benar, berarti setiap pasangan lelaki adalah tulang rusuknya sendiri. Energi yang lahir dan memancar dari seorang perempuan, hampir dapat disimpulkan adalah dari bagian lelaki juga. Oleh karena itu, tak patut lagi bila lelaki menjadi iri hati, karena yang diharapkan adalah dukungan positif untuk saling bahu-membahu. Terutama dalam membangun negeri ini.

Baiklah, walaupun mungkin tidak seratus persen mencetuskan pemikiran brilian, setidaknya Megawati Soekarnoputri pernah menjadi nakhoda Indonesia. Sudah saatnya momentum itu menjadi bola salju, yang membangkitkan semangat perempuan untuk tidak ragu-ragu menjadi titik-titik cahaya terang di tengah lazuardi yang kelam oleh pelbagai krisis.

 

***

MEMETIK spirit itulah, Lembaga Pemerhati Kajian Publik (LPKP) ingin mengangkat peran perempuan secara lebih kentara. Kita tahu, perempuan pada dasarnya lambang keindahan. Acap diibaratkan bunga atau rembulan. Mimpi mereka pun kaya dengan warna, penuh dengan simbol-simbol yang megah. Dan entah kenapa (saya memiliki sedikit pengalaman pada sebuah brainstorming mengenai standarisasi sebuah ruang pamer otomotif ), saat manajemen pusat korporasi meninjau gerai mereka di Indonesia, justru meminta pendapat perempuan untuk mengubah interior. Artinya, estetika dan imajinasi, lebih mengental pada benak para perempuan.

Perempuan masa depan, yang tak semata dimanja oleh produsen, sekaligus juga ditantang untukmengubahdunia. Ada banyak peluang pada sektor publik yang akan menempatkan perempuan pada posisi-posisi penentu. Ruang itu  terbentuk dengan sendirinya oleh iklim demokrasi yang beranjak sehat, kemerdekaan untuk terjun dalam pendidikan dan karir, sertasekali lagiperan teknologi informasi yang demikian deras.

Percayalah, kini perempuan tak hanya menyuarakan suara pribadi (yang mungkin menyayat hati), tetapi sanggup berdiri mewakili orang banyak, lembaga, konstituen, dan bahkan atas nama kemanusiaan. Sejak sebagai penyair, pemimpin LSM, jurnalis, menteri, dan juru dakwah: yang disuarakan sudah lebih besar dibanding apa yang dirasakannya.

Pertanyaannya adalah: adakah wanita yang sukses mengelola empat fungsi sekaligus dalam kehidupannya? Sebagai seorang istri (jika telah memiliki suami), sebagai seorang ibu (ketika telah memiliki buah hati), sebagai wanita karir (bila bekerja di luar rumah), dan sebagai makhluk sosial (hubungannya dengan lingkungan). Mungkin perlu menghitung waktu yang sama-sama 24 jam bagi setiap orang untuk dibagi secara rinci dalam menjalankan masing-masing peran. Mungkin memerlukan vitalitas tertentu yang membuatnya tak hanya sehat secara fisik namun juga tetap berpikir kreatif. Mungkin membutuhkan kesabaran dan budi pekerti yang memadai dalam menghadapi kebutuhan suami dan kepentingan anak-anaknya.

Biarlah seluruh pertanyaan itu akan dijawab pada tanggal 19 September 2006, di balairung Hotel The Acacia, oleh Dr. Meutia Hatta Swasono, Dra. Setiawati, Nova Eliza, Ayu Dyah Pasha, dan Lola Amaria.

 

(Kurnia Effendi, JEDA untuk PARLE edisi 18 September 2006 )

 

 

0 Comments:

Post a Comment

<< Home