Monday, July 30, 2007

Asvega dan Dunia Peri

seni budaya

Asvega dan Dunia Peri

ASVEGA semula “hanyalah” pelukis anak-anak. Namun pada 20 Juli yang lalu, The Japan Foundation telah “melahirkannya” menjadi pelukis muda yang sangat menjanjikan melalui pameran tunggal. Sekitar 40 lukisan yang menggunakan teknik drawing dengan tinta Cina tiga warna, tampil memukau justru karena ketelatenannya dalam menggambar obyek khayalan dengan rinci. Di sana terdapat sejumlah peri dalam pelbagai perlambang. Menyelam di kedalaman laut sebagai ikan atau menari dalam siraman hujan. Selain itu, Asvega juga menggambar rumpun bambu dan bunga-bunga dengan gaya lukisan Cina. Ada satu lukisan berjudul “100 Burung” yang dengan rasa penasaran dihitung oleh salah satu pengunjung.

Pameran dibuka oleh Yuichi Takahashi (pihak The Japan Foundation) dan Eka Budianta, seorang penyair yang menggemari lukisan dan kebetulan kakek Asvega. Malam ini telah lahir seorang pelukis baru di tengah-tengah kita,” ujar Eka. Para pengunjung kini tahu, bahwa sejak Taman Kanak-Kanak, Asvega sudah mulai melukis. Kanvas awalnya adalah dinding rumahnya, yang hingga kini tidak dihapus.

Dilahirkan bulan Agustus, 19 tahun yang lalu, dari rahim seorang penyair Medy Loekito, kini Asvega sudah menginjak semester 3 Jurusan Komputer di salah satu perguruan tinggi di Singapura. Ia sekolah di Singapura sejak SMA, setelah menempuh TK, SD, dan SMP di Lab. School Jakarta. Pada malam pembukaan pameran lukisan bertajuk “Asvega’s World” tersebut, hadir teman-teman Asvega semasa SMA, para apresiator lukisan, dan beberapa sastrawan sahabat ibunya.

Pameran akan berlangsung sampai 3 Agustus 2007, menempati sebuah galeri kecil di lantai II gedung Summitmas I, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta. Saat tiba acara makan malam, Asvega melakukan demo melukis. Ia mengaku tidak memilih tema tertentu, tetapi jelas bahwa pada periode yang sekarang, ia banyak menggambar dunia peri dan sosok perempuan. Patut dikagumi, karena Asvega menggunakan medium yang terbatas namun jutsru menghasilkan warna-warna indah dengan komposisi yang baik. Lukisannya masih bersifat ilustratif dan menunjukkan dirinya sebagai perempuan, tetapi tampak ada karakter yang suatu saat akan menempatkannya pada posisi penting dalam dunia seni lukis. Meskipun tidak belajar secara formal (misalnya di institut seni rupa), dalam menggambar bentuk postur tubuh sangat proporsional.

Sebelumnya, beberapa tahun yang lalu, Asvega pernah mengikuti pameran bersama pelukis cilik lain di Galeri Cipta Taman Ismail Marzuki. Waktu itu, ia masih menggunakan crayon dengan warna-warna yang semarak. Dulu, ia justru meminta tanda tangan dari para tamunya, terutama sastrawan teman-teman ibunya. Kini Asvega tampil lebih dewasa, pun dengan cara menggambar yang jauh lebih matang. Bahkan telah berani melakukan sharing keterampilan dengan  melatih anak-anak yang ingin belajar melukis.

(Kurnia Effendi)