Thursday, July 12, 2007

Malam Cerpenis Indonesia di Teater KEcil - TIM

ACARA itu sangat sederhana, tanpa didahului iklan yang gencar pula. Malam pembacaan cerpen 4 (empat) cerpenis Indonesia yang digelar di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki pada Rabu 4 Juli 2007 itu diselenggarakan oleh Pusat Kesenian Jakarta. Semula yang diundang lima cerpenis, namun Mira Sato alias Seno Gumira Ajidarma berhalangan hadir lantaran masih di luar negeri. Keempat cerpenis yang tampil di panggung malam itu adalah Danarto, Ari MP Tamba, Martin Aleida, dan Hamsad Rangkuti.

Sebagai perintis sastra magic-realism dan karya seni instalasi di Indonesia, Danarto tidak membaca cerpen, melainkan bermonolog. Mengangkat judul “Dalam Perkara Duit, Agama Setiap Orang Sama”, Danarto menjadi tokoh ketua partai yang sedang berdialog dengan pengikutnya di atas mimbar. Seperti biasa, ada sindiran yang membuat kita tertawa, misalnya: “DPR kita itu konyol, punya rencana membuat undang-undang anti pornografi malah bikin blue film….” Di pengujung kisahnya, Danarto benar-benar menyebar puluhan uang kertas pecahan seribu ke depan penonton.

Penampil kedua, Ari MP Tamba membacakan “Tarian Jenazah” dengan iringan musik latar seruling dan tabla. Ia, selain cerpenis juga menjadi wartawan budaya di Jurnal Nasional. Sementara Martin Aleida, mantan wartawan Tempo dan salah satu pendiri Komunitas Meja Budaya, membawakan cerpen yang baru-baru ini dimuat di Kompas, “Tukang Urut di Tepi Danau”. Namun sebelum sampai cerita utama, ia membuka dengan kisah sedih Ceriyati sebagai TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang teraniaya di negeri jiran.

Penampil terakhir adalah Hamsad Rangkuti. Dedengkot cerpen Indonesia yang sampai hari ini masih memiliki magnet kuat bagi penggemarnya. Baru disebut namanya saja tepuk tangan sudah membahana. Ia memulai penampilannya dengan membaca surat undangan Pusat Kesenian Jakarta, yang memintanya membaca cerpen dengan tema Jakarta 480 tahun. Lalu dia mengambil buku Bibir dalam Pispot, yang pada tahun 2003 memenangkan hadiah Khatulistiwa Literary Award. Dicarinya sebuah judul, “Nyak Bedah”, lalu dibacanya karya tahun 70-an itu dengan gaya santai. Sesekali ia minum air mineral, dan menerima telepon. Di tengah-tengah membaca cerpen, Hamsad bercerita bahwa ia pernah membaca cerpen dengan iringan tarian setengah telanjang. Judul cerpen yang dibacakan kala itu adalahHapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu.” Kontan penonton tertawa. Di akhir pembacaan, bukunya dilemparkan ke arah penonton sebagai bonus.

Acara yang dipandu oleh Jose Rizal Manua itu berjalan ringan dan santai, namun penontonnya cukup banyak. Setidaknya dapat ditemui Sides Sudyarto, Syahnagra, Adek Alwi, Fadjroel Rachman, Mustafa Ismail, Fikar W. Eda, Rahmat Ali, Dianing Widya Yudhistira, Chavchay Syaifullah, dan beberapa senior yang seperti mendapati malam reuni antarmereka.

(Kurnia Effendi)

 

0 Comments:

Post a Comment

<< Home