Friday, September 21, 2007

Interlude-Jeda On Air

Tak hanya meluncur ke tengah publik bersamaan dengan HUT tabloid Parle, buku Interlude-Jeda juga mengudara melalui Pro 2 FM. Dalam acara Pro Resensi, Minggu 9 September 2007, senja hari pukul 16:00, Syafruddin Azhar dan Kurnia Effendi, menjawab pertanyaan seputar buku itu. Mereka berdua, sebagai redaktur tabloid Parle telah bersama-sama menghimpun tulisan kolomnya (“Interlude” dan “Jeda”) dalam sebuah buku yang diterbitkan oleh Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik (LPKP) Jakarta.

Buku setebal 330 halaman itu berisi sekitar 80 esai pendek, masing-masing kolumnis memilih 40 judul (dari sekitar satu setengah tahun rentang penerbitan mingguan Parle). “Penerbitan buku ini merupakan penghargaan manajemen tabloid Parle bagi redakturnya yang produktif,” ujar kedua penulis saat Lia Ahmadi, pemandu acara Pro Resensi menanyakan ihwal peluncurannya.

Apa sebenarnya isi rubrik Interlude dan Jeda? ”Dari makna kata, antara interlude dan jeda nyaris tak ada beda. Sebuah selingan di antara berita-berita yang lain. Hanya ada perbedaan cara menulisnya,” demikian penjelasan Syafruddin. ”Saya biasanya banyak menggunakan literatur sesuai dengan topik yang sedang saya bahas. Kadang-kadang memang terjadi kesamaan gagasan ketika ada isu yang sedang hangat pada pekan itu. Misalnya ketika terjadi banjir besar di Jakarta, saya dan Mas Kurnia menulis hal yang sama meskipun sudut pandangnya berbeda. Akhirnya kami harus membedakan judul. Karena Mas Kurnia telah mengambil judul ”Air”, saya memilih ”Bah”.

Sejumlah pendengar melontarkan pertanyaan seputar teknik penulisan, antara kolom dengan fiksi. Ada juga yang ingin tahu, bagaimana jika penulisnya sedang mengalami masalah keluarga dan cara membagi waktu, mengingat mingguan selalu memiliki deadline yang ketat. Pada dasarnya, cara menulis sudah menjadi bagian yang harus disiasati. Kurnia misalnya, mengaku mampu menulis dalam suasana ramai, sementara Syafruddin lebih memilih tempat yang tenang.

”Sebagai tabloid, apa sasaran dan misi Parle? Berapa tirasnya?” tanya Lia mewakili pendengar. Awalnya, Parle memang tabloid yang lebih menitikberatkan pada berita sosial-politik. Namun sejak Kurnia Effendi dan Endah Sulwesi (redaktur yang lain) bergabung, membawa aroma seni budaya khususnya sastra. Jadi, kalau pada setengah tahun pertama selalu memberikan suplemen RUU, kini mulai berhias halaman seni budaya. Mengenai tiras, belum mencapai jumlah lima ribu eksemplar. Namun demikian peredaran Parle sudah sampai ke Aceh dan Manado.

Bagaimana cara mendapatkan buku Interlude-Jeda, ini barangkali penting bagi para pembaca. Karena tidak melalui distributor, mungkin tidak semua toko buku akan memajangnya. Bagi yang beminat dapat langsung menghubungi redaksi tabloid Parle melalui telepon 021-4222244 atau e-mail parle_tabloid05@yahoo.com. Acara on air yang hanya satu jam memang tidak dapat menjawab semua pertanyaan pendengar. Cara terbaik untuk mengetahui lebih jauh kolom khas Parle itu, tentu saja dengan memiliki buku itu dan membacanya.  ***