Tuesday, November 27, 2007

Sepanjang Braga

Ada yang tak kunjung hilang dari ingatan. Tentang jalan itu. Jalan yang membujur sepanjang 700 meter, mempertemukan Jalan Asia Afrika di satu ujung dan Jl. Wastukancana di ujung yang lain. Dua kali tubuh langsingnya terpotong, oleh Jalan Suniaraja dan Jalan Naripan. Tetapi ia tetap tak koyak, justru terhenyak dalam benak. Sebenarnya, kini, Jalan Braga telah menjadi jalan biasa saja. Perubahan yang terjadi setelah bertahun-tahun digempur oleh kebimbangan antara bertahan dengan suasana eksotis dan berkembang menjadi wilayah pertokoan kontemporer, akhirnya membuatnya tampil dengan rasa murung. Tubuhnya tua, wajahnya dipaksa mengenakan bedak agar sedikit menor. Saya, diam-diam menangkapnya dengan perasaan getir, cinta yang terlalu pahit.

Saya tentu akan mengenangnya sebagai tempat lahirnya sebuah inspirasi. Pada tahun 1988, saya menulis cerita pendek dengan latar lokasi Jalan Braga. Cerpen itu pun saya beri judul ”Sepanjang Braga”, meraih hadiah pertama dalam lomba fiksi yang diselenggarakan oleh majalah Gadis. Cerita cinta biasa saja yang menurut Belinda Gunawan sebagai koordinator juri sekaligus redaksi fiksi Gadis saat itu, memukau karena gaya penceritaannya. Saya menggunakan kilas balik dan menempatkan puncak dramatik pada tiga kalimat pertama. Mungkin itu sebuah keberanian. Tetapi juga sebuah kelugasan untuk tidak mengelabui pembaca dengan teka-teki yang sia-sia. Karena toh yang ingin saya sampaikan bukan misteri, tetapi rasa berdarah-darah sebuah cinta yang tak terkatakan.

Saat itu saya menangkap Jalan Braga dari sisi paling menggairahkan: keindahan dalam gerimis. Malam-malam panjang dengan sejumlah puisi. Trotoar tempat saya dan sejumlah sahabat—di antaranya Acep Zamzam Noor dan Soni Farid Maulana, keduanya penyair—menghabiskan waktu. Menghirup udara yang mendesau di koridor jalan dengan bangunan-bangunan peninggalan zaman kolonial yang mengabaikan tempat parkir. Dalam pikiran saya, dulu, tempat ini tentu dikhususkan hanya untuk berjalan kaki. Dengan beberapa tempat rendezvous seperti Braga Permai, Majestik, dan Hotel Braga.

Di salah satu emperan toko, setelah berderet penjual cindera mata handycraft, toko buku, dan toko permata bernama Concurrent, ada seorang seniman yang tak mungkin asing bagi telinga khalayak Bandung. Braga Stone namanya. Ia seorang pemain kecapi sengan sepasang mata buta. Memetik dawai dengan piawai menyuguhkan berpuluh lagu yang sedang populer, termasuk karya-karya abadi semacam Dust in The Wind (Kansas) atau Lately (Stevie Wonder). Sekelompok anak muda biasa menanggap sang pengamen itu dengan pesan beberapa judul lagu. Seperti biasa, kelincahan jemari Braga Stone menari-nari di rentang kawat mendentingkan nada-nada menghibur mereka.

Tetapi hal-hal unik itu sekarang telah tiada. Majestik pernah menjadi bioskop dan kini berubah menjadi gedung pertemuan untuk perhelatan semacam perkawinan dan sejenisnya. Hotel Braga rasanya juga sudah punah, tentu tak ada lagi tukang nasi-mi-goreng (dicampur) dengan pikulan yang biasa berhenti lama di trotoarnya. Mengipas bara arang dari tungku yang membuat wajan di atasnya mengepul asap.

Rasanya banyak yang sudah tahu, bahwa Jalan Braga di zaman Belanda adalah sebuah tempat paling ramai. Maison Bogerijen yang kini menjadi Braga Permai adalah tempat para noni Belanda menikmati es krim. Di dalamnya sering berlangsung pesta dansa-dansi dengan iringan musik hidup. Di rumah makan itu tersedia bermacam menu termasuk panekuk dan hidangan yang mirip nasi rames.

Di ujung tusuk sate, menempati Groote Post-weg atawa Jalan Raya Pos yang kini berganti nama Asia Afrika (karena di Gedung Merdeka pernah menjadi tempat konferensi Asia Afrika, 1955), terdapat peninggalan Sociateit de Concordia. Itu sebuah gedung teater yang menjadi tempat pertunjukan tonil. Dalam film Doea Tanda Mata debutan Teguh Karya, pementasan tonil disorot dari balik layar: ketika tetabuhan dan gelegar petir disuarakan dengan pukulan dan getaran pada lembaran seng.

Bandung, seperti juga kota-kota lain di tanah Hindia yang dipilih oleh pemerintah Belanda menjadi tempat hunian, selalu meninggalkan tilas arsitektur yang mencerminkan budaya Eropa. Sebenarnya banyak tempat yang tercatat anggun dalam dokumentasi Haryoto Kunto, seorang ahli sekaligus pencinta warisan sejarah di Bandung, berjudul Semerbak Bandung Raya. Misalnya Vila Isola yang menjadi gedung kampus IKIP di Bumi Siliwangi, Gedung Sate, Hotel Savoy Homann, Villa Merah di kawasan Tamansari, Hotel Preanger ....

Begitu sulitnya kondisi gedung-gedung itu bertahan, baik dari serangan cuaca maupun kebijakan pemerintah. Walaupun dilindungi oleh Yayasan Heritage yang di dalamnya berhimpun para sejarawan, arsitek, dan pekerja seni, semua itu tergantung pada anggaran besar yang harus membiayai perawatannya. Kini Bandung, yang selalu sukses dengan ”penemuan-penemuan”-nya, menjadi salah satu kota terpadat di dunia pada hari Sabtu dan Minggu. Factory outlet dan beratus tempat makan yang menjamur dengan gaya khas, mal-mal yang menempatkan nilai leisure dengan wisata melalui pengalaman window-shopping; memancing masyarakat Jakarta menyerbu setiap week-end. Seolah selalu ada kabar baru, pekan demi pekan, tentang Bandung. Dulu, di tahun 80-an, Studio East merupakan diskotek dengan pesona interior gaya sayap kupu-kupu. Dengan program ladies night tiap Selasa atau Jumat, sebagian kaum muda Priangan meninggalkan  karakter tradisionalnya dan mengabdi pada modernisasi Barat. Setelah panggung musik terbuka di sepanjang Dago, restoran dengan pesona lanskap lembah malam hari di The Valley,  Serabi unyil di Setiabudi, Kampung Daun dan The Peak, Cihampelas Walk, dan Paskal Hyper Square yang menjadi foodcourt di Pasir Kaliki; kini lahir Parijs van Java yang tak kunjung sepi.

”Saya tak bisa ke mana-mana bila tiba akhir pekan,” begitulah sebagian warga Bandung mengeluh. Di pengujung minggu, Bandung memang jadi surga bagi orang-orang Jakarta. Mereka rela mengalami macet berat di segala ruas jalan. Sebelum dibangun jalan tol Cipularang, kepadatan jalan lintasan Puncak sebagai alternatif satu-satunya yang terpendek menuju Bandung, selalu menyulap diri menjadi taman parkir terpanjang.

Bandung adalah sebuah kampung besar, demikian pendapat seorang pakar. Barangkali benar, karena tidak berusaha menambah lebar jalan. Membiarkan tubuhnya pakin penuh dan sesak. Letaknya yang strategis, tak sampai 200 Km dari ibukota, menjadi tujuan paling realistis untuk liburan singkat. Di samping itu, masyarakatnya demikian fashionable. Mojang-bujang Priangan yang secara tradisi awal adalah pelahap sayur-mayur, memang secara genetik memiliki dan mempertontonkan warna langsat dan halus.

Tetapi saya akan selalu terkenang dengan Jalan Braga. Jalan yang tak melampaui seribu meter itu selalu memberi inspirasi. Warna senja, rinai gerimis, dan bayangan kekasih. Dan saya mewajibkan diri untuk singgah barang sebentar setiap kali ke Bandung. Setelah pernah tujuh setengah tahun, semasa kuliah, saya menetap di Bandung, merasa kota itu menjadi tanah kelahiran kedua. Saya cinta padamu, sepanjang Braga, saya cinta padamu. ***

 

5 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Masa remaja saya nikmati sebagian dengan cerpen2 Anda (KE) yg bertebaran di 'Gadis' dan 'Anita'. Dan 'Sepanjang Baraga' bukan hanya saya sukai tapi juga ikut membingkai masa remaja dan pencarian jati diri saya periode 1988 - 1992 saat saya meneguk ilmu di Fasa Unpad. Tentu saja masih banyak karya Anda yang telah saya baca tapi yah ..agak lupa judulnya. Anyway... thank you and just keep on going...

12:26 PM  
Blogger Unknown said...


zhengjx20160706
nike trainers women
adidas nmd
oakley sunglasses
fit flops
michael kors outlet clearance
coach factory outlet
michael kors outlet clearance
michael kors outlet clearance
jordan retro 13
ray bans
kate spade handbags
michael kors handbags
michael kors outlet
louis vuitton outlet
tory burch boots
copy watches
christian louboutin sale
nike roshe run
louis vuitton bags
adidas wings
gucci outlet
coach outlet clearance
michael kors outlet clearance
burberry outlet online
michael kors outlet clearance
oakley sunglasses outlet
nike uk
coach outlet store
nike free 5.0
louis vuitton bags
louis vuitton handbags
jordan 6s
adidas superstar
ralph lauren outlet
michael kors outlet
coach outlet clearance
gucci outlet online
louis vuitton handbags
coach outlet
true religion outlet store

2:42 PM  
Blogger Unknown said...

longchamp handbags outlet
coach outlet
ralph lauren uk
denver broncos jerseys
michael kors outlet
nike outlet
nike outlet store
hollister clothing
adidas yeezy
gucci outlet
201612.24wengdongdong

4:32 PM  
Blogger Unknown said...

jordan 4
adidas nmd
nike air force 1
gucci belts
adidas eqt
air max 90
foamposites
yeezy
adidas nmd
adidas tubular

2:36 PM  
Blogger 5689 said...

zzzzz2018.8.29
oakley sunglasses
asics shoes
ugg boots
ralph lauren outlet
coach outlet
true religion outlet store
ray ban sunglasses
ugg boots
golden goose shoes
louboutin shoes

1:08 PM  

Post a Comment

<< Home