Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin
Harta
Sudah berpuluh kali (atau beratus kali? Ah tentu belum sampai hitungan itu) saya masuk ke Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin di Taman Ismail Marzuki, Jl. Cikini Raya no. 73 Jakarta Pusat. Sejak kapan? Tak ingat persis. Tapi tentu sebelum terpencil seperti saat ini. Sebelum jalan masuk ke halaman gedungnya tinggal serupa setapak yang kadang-kadang membuat orang tersesat. Seorang wartawan, mengaku bingung dan sem
Wah, itu tentu sangat dulu. Pembangunan Teater Studio atau Teater Kecil yang megah sudah usai sekitar dua-tiga tahun yang lalu, sementara bangunan gedung lainnya terhenti. Sebelumnya masih ada serentang waktu, ketika pemandangan di depan ruang baca itu berupa empang besar dengan air kehijauan…
Mari kita tilik, siapa pendiri dan penghimpun buku-buku (sastra) di dalamnya? Maka tersebutlah nama Hans Bague Jassin. Sosok yang dijuluki Paus Sastra (pertama kali oleh Gajus Siagian) kini sudah tiada lagi. Lahir di Gorontalo 31 Juli 1917 dan wafat di Jakarta 11 Maret 2000 karea stroke yang panjang.
Pe
Semuda itu Jassin telah menjadi seorang cendekia. Bakatnya memukau Sutan Takdir Alisjahbana, sehingga ditawarkan kepadanya pekerjaan di penerbitan Belanda, tahun 1940. Salah seorang gurunya, Armijn Pane, telah membuatnya pintar dan benar dalam menulis resensi buku. Karier pun terbuka baginya. Pelbagai majalah sastra di zaman itu, menda
Jassin pernah memiliki posisi unik di Universitas Indonesia. Dalam satu hari yang sama, pada jam yang berbeda, ia bisa duduk sebagai mahasiswa (untuk mata kuliah Jawa Kuno) dan giliran berada di depan kelas sebagai dosen mata kuliah Sastra Modern. Demikianlah, ia memang seorang doktor sastra. Gelar honoris causa diterima 18 tahun setelah ia menjadi sarjana, dari Universitas Indonesia.
Ketekunannya membaca, meneliti, dan menulis kritik sastra, membuat penda
Ketika saya (baru-baru ini) memberikan semacam kuliah umum tentang proses kreatif kepada 120 mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten di PDS HB Jassin, sem
Menurut tuan rumah, cikal-bakal perpustakaan itu dari koleksi pribadi Pak Jassin. Ketika ia menjadi kepala bidang perpustakaan pada Lembaga Bahasa (sampai kini masih berkantor di Jl. Daksina
Dua peristiwa muram yang membuat HB Jassin tergelincir adalah: Pertama, ketika menandatangani Manifes Keboedajaan, sehingga
Sepanjang hidupnya, Jassin memiliki 3 istri. Bersama Tientje van Buren berakhir dengan perceraian, bersama Arsiti
Ada sekitar 30 ribu buku yang masih tersimpan di PDS HB Jassin, berikut kliping yang dikumpulkan oleh “Wali Penjaga Sastra Indonesia” (sebutan yang diberikan A.A. Teeuw, ahli sastra). Pertanyaan di benak saya sama dengan yang terlontar dari mahasiswa Untirta sore itu: “Bagaimana cara merawat dokumentasi itu? Dan apakah masih cukup representatif dikunjungi, sementara melalui website atau googling kita da
Jawaban Endo Senggono sangat masuk akal. “Untuk karya sastra Indonesia modern memang mudah dicari melalui internet, tetapi karya-karya sezaman Balai Poestaka, di sinilah tem
Barangkali, kehadiran Hans Bague Jassin menjadi berkah bagi para sastrawan generasi berikutnya. Ruang baca yang juga kerap menjadi arena diskusi dan peluncuran buku di lantai dua sanggup menampung sekitar 150 orang. Sudah sejak lama, dindingnya memasang sejumlah potret para sastrawan, mulai dari Chairil Anwar sampai dengan Arswendo Atmowiloto. Sekitar lima atau enam tahun silam, karya keramik Motinggo Boesje yang mengekalkan larik-larik puisi beserta foto penulisnya menjadi aksesoris koleksi PDS HB Jassin. Tertera puisi Jose Rizal Manua sampai dengan
Tampak tenang suasana di ruang baca itu karena pengunjung perpustakaan sastra umumnya orang-orang serius yang tidak menggunakan waktunya untuk bercanda. Koleksi PDS HB Jassin tidak boleh dibawa pulang oleh peminjamnya, hanya diperkenankan membaca di tem
Saya merasa “takjub” ketika menemukan fakta bahwa tulisan saya di masa lalu masih tersimpan dalam dokumen asli di majalah Anita Cemerlang. Itu tahun 70-an dan 80-an! Majalah itu sudah almarhumah, tetapi salah seorang penulis setianya, saya, masih diberi umur dan masih menulis di media cetak generasi berikutnya sampai kini. Jadi, bagaimanapun, saya terikat secara emosional dengan perpustakaan yang masih menyimpan harta karun Paus Sastra HB Jassin itu.
(
0 Comments:
Post a Comment
<< Home