Wednesday, November 12, 2008

Vivian Idris, dari Buku ke Film

Benar nggak sih jika dibilang Vivian Idris meluaskan perambahan jiwa seninya? Dari mengurusi pemasaran buku ke produksi film. Mungkin benar.

Pertemuan pertama kami, pada ulang tahun komunitas mailing list Apresiasi Sastra, terjadi awal tahun 2006. Vivian saat itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran toko buku Aksara di kawasan Kemang. Sekitar beberapa bulan lalu, dalam percakapan telepon, Vivian mengatakan telah berpindah kantor. Ia bergabung secara total dengan Nia di Nata dalam wadah Kalyana Shira Foundation yang turut didirikannya sejak 2006.

Wow! Ternyata itu memang telah menjadi cita-cita Vivian sejak kuliah. Dari awal, jiwanya mengandung semangat perjuangan, terutama untuk kaumnya: perempuan. Tentu ada kobaran “api” yang menuntut untuk terus bergerak mencari solusi persoalan perempuan yang seolah tak habis-habis di negara dunia ketiga semacam Indonesia ini. Namun, pengalaman secara fisikal yang pernah menjadi catatan sejarah bagi Vivian “hanya” turun ke jalan ikut demonstrasi mahasiswa pada tahun 1998. Kita ingat, Reza Artamevia (penyanyi) pada tahun yang sama juga turut serta dalam barisan. Hasilnya memang luar biasa, karena gelombang gerakan reformasi saat itu sanggup menggulingkan tahta Soeharto yang telah bercokol sepanjang 32 tahun.

Vivian Idris yang cantik dan aktif, tentu tak mudah ditemui karena sebentar ada di suatu tempat, lain waktu ada di tempat yang berbeda. Ketika lepas resmi dari kegiatan operasional di Aksara, seluruh waktunya tercurah untuk Kalyana Shira Film. Melalui lembaga itulah Vivian berkarya, menjadi produser untuk film-film dokumenter. Yang penting digarisbawahi adalah, pilihan tema dari film tersebut: perjuangan perempuan dalam berbagai bidang yang daingkat dari kejadian nyata di lapangan.

Ia menjabat sebagai Direktur Program di Kalyana Shira. Debutnya luar biasa, karena ia juga menulis skenario untuk film dokumenter Perempuan Punya Cerita, khusus pada bab ”Cerita Pulau” dan ”Cerita Yogyakarta”. Ia terjun langsung dalam pembuatannya. Walaupun ia demikian konsentrasinya terhadap ’nasib’ perempuan, belum mau disebut sebagai aktivis. Ia lebih suka menyebut diri sebagai concerned citizen.

Vivian Idris lahir di Jakarta dengan nama Vivian Felicia, pada 14 Juli 1972. Mengarungi rumah tangga bersama Hidayat Jati, membuahkan Kiara Mohamad (8) dan Taj Isaiah Mohamad (4). Alumnus SMA 8 ini sempat singgah di Oak Grove High School, Pulaski County, Little Rock di Arkansas, Amerika Serikat. Ilmu manajemen pemasaran diperolehnya dari STIE IBII Jakarta.

Beruntung, Kurnia Effendi dari Parle sempat menemuinya di Erasmus Huis dalam salah satu rangkaian kegiatan yang dibuat atas kerjasama Kalyana Shira Foundation dengan beberapa lembaga. Ia menjadi moderator dalam diskusi yang mempertanyakan tentang kemerdekaan dan hak asasi manusia. Tampaknya Vivian dan teman-temannya ini, isi pikiran mereka begitu sibuk, memperhatikan tak hanya nasib warganegara yang masih ’belum merdeka’, namun juga bangsa yang carut-marut ini.

Ingin tahu karya Vivian Idris yang lainnya? Puisi! Nah, Vivian juga seorang penyair, dan lagi-lagi tak mau disebut sebagai penyair. Sejumlah puisinya sejak 2005 telah terhimpun dalam antologi bersama dengan ketiga sahabatnya: Lulu, Olin Monteiro, Opie Andaresta. Mudah-mudahan, setiap kiprahnya memang bermanfaat bagi orang banyak, merupakan dampak positif dari langkah kecil yang diperjuangkannya. Indonesia seharusnya bangga memiliki kaum muda dengan upaya yang tak lelah-lelahnya untuk membantu bangkitnya hak asasi, persoalan ekonomi kelas bawah, dan kebudayaan daerah yang semestinya menjadi potensi devisa.

Kami tunggu hasil karya Vivian Idris selanjutnya. Kami percaya masih akan panjang jejaknya.

(Kurnia Effendi)