Monday, March 23, 2009

Safrina dan Peduli Bacaan Remaja

Anak-anak dan remaja adalah masa depan kita. Mereka masih memiliki waktu panjang yang akan ditempuh. Jadi, mari kita berkarya untuk mereka. Bekali mereka dengan cerpen, novel, dan karya sastra lain yang baik.”

Itu ucapan Safrina saat menjadi pembicara dalam Temu Sastra Mitra Praja Utama di Lembang. Ketika kembali di wawancara oleh Parle, pendapatnya masih konsisten, bahwa kita harus memikirkan bahan bacaan yang baik bagi anak-anak dan remaja. Pekan ini, Safrina diminta menjadi pembicara dalam seminar sastra di Universitas Sanata Dharma Yogya, yang bertema “Reading Asia, Forging Identities in Literature (Rafil): East-West Encounters”

            ”Mau mengangkat soal apa?”

“Saya kebetulan pernah membaca sebuah novel remaja yang cukup unik, terbitan Australia. Judul bukunya Snow, Fire, Sword karya Sophie Masson. Di sana ada konflik yang menyangkut agama. Novel itu ditulis setelah peristiwa bom Bali. Latar tempatnya mengambil rujukan Indonesia, tepatnya Pulau Jawa. Ada unsur pewayangan, keris, dan legenda Nyai Loro Kidul yang disebut Ratu Pohon. Tokohnya orang Arab, mungkin untuk menggambarkan Islam. Nasrani dan Hindu disebut tetapi agama yang lain menggunakan nama fiktif.” Safrina menjelaskan.  

Bercakap dengan Safrina Soemadipradja Noorman—demikian nama lengkapnya dengan ’mengajak’ orang tua dan suami—sangat menyenangkan. Pandangannya luas tetapi selalu berusaha rendah hati. Ia menjadi dosen di Fakultas Sastra Inggris Universitas Pendidikan Indonesia (dulu IKIP) Bandung sejak 1987. Cita-cita memang menjadi pengajar, guru SMA, tetapi kenyataannya menjadi dosen.

Sejak kecil suka membaca, kini keempat anaknya juga sangat menyukai buku. Mereka memiliki kegemaran yang berbeda dalam memilih buku, dan itu malah jadi memperkaya ”perpustakaan” di rumah.

”Di mana-mana ada buku,” begitu pengakuannya. Tidak menyebut jumlah yang tepat, tetapi diperkirakan jumlahnya sekitar 2000 buku. “Kami memang menciptakan budaya gemar membaca. Dulu, ketika anak-anak masih kecil, setiap masuk ke toko buku, masing-masing bebas memilih buku, tetapi ada satu buku dari ibu.”

Rupanya, dengan cara demikian, sang anak jadi terarah jenis bacaannya. Kini, ketika si bungsu sudah SMP, tentu sudah boleh menentukan sendiri buku yang hendak dibeli dan dibacanya. Bahkan mereka suka membaca buku-buku berbahasa Inggris.

Ketika ditanya tentang hobi yang lain, Safrina yang lahir tanggal 29 Juli 1962 ini mengaku suka melukis. Obyek yang paling disukai adalah pohon. ”Dengan pensil saja, sih.”

Kapan pameran? Safrina tertawa.