Thursday, May 03, 2007

Malam Ruwat Bumi

Merawat Bumi adalah Kewajiban Setiap Orang Indonesia

 

Memperingati Hari Bumi yang jatuh tanggal 22 April, Metaforma Institute (MI) bekerjasama dengan Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina menyelenggarakan acara Ruwat Bumi pada hari Sabtu 21 April 2007. Malam Minggu yang penuh inspirasi, renungan dan introspeksi terhadap diri sendiri saat menyadari betapa bumi telah rusak parah oleh ulah manusia.

Acara Ruwat Bumi sebenarnya berlangsung selama 3 hari, dimulai hari Kamis 19 April, dengan menggelar konferensi pers dan pemutaran film “An Inconvenient Truth” yang disutradarai oleh Al Gore. Dilanjutkan dengan diskusi bersama pembicara Nabiel Makarim, Radhar Panca Dahana, dan Taufik Rahzen. Pada hari Jumat 20 April, dibuka pameran foto bertajuk “Hope in Despair” bersamaan dengan pameran lukisan penderita gangguan jiwa “Stop Stigma!”, yang dibuat oleh para skizofrenik.

Latar belakang dari terselenggaranya acara Ruwat Bumi, bermula dari perbincangan nonformal mengenai pelbagai bencana yang menimpa Indonesia. Bencana yang muasalnya bersumber dari ulah manusia di antaranya dengan penebangan liar hutan-hutan Indonesia, juga pembakaran hutan yang asapnya terkirim ke wilayah langit negara tetangga. Illegal loging yang terjadi di negeri ini sebenarnya sudah sangat memprihatinkan, namun dari 186 orang sebagai tersangka, hanya 13 yang berhasil dihukum. Menurut data dari Menteri Lingkungan Hidup, dampak dari penebangan liar itu terasa di pengujung tahun berupa banjir, antara lain di Aceh dan Sumatera Utara.

Sementara itu, menurut dr. Nova Riyanti Yusuf, angka kasus Problem Kesehatan Jiwa Serius (Serious Mental Health Problem) pada para pengungsi akibat bencana mencapai 10% dari jumlah pengungsi. Akibat banjir yang melanda Jabodetabek Februari 2007, jumlah pengungsi mencapai angka 350.000 orang. Antara 30-50% dari masyarakat yang mengalami peristiwa traumatik akan umumnya mengalami Post Traumatic Stress Disorder yang menyebabkan turunnya prouktivitas dan kualitas hidup.

Kedua hal di atas, bencana yang merusak alam dan akibatnya yang merusak mental atau ketahanan jiwa, menjadi perhatian khusus yang menyadarkan diri kita untuk segera mengubah cara hidup. Berpikir lebih keras terhadap masa depan yang sehat. Maka Ruwat Bumi menjadi semacam purifikasi atau penyucian untuk “membuang sial” atas bencana, tragedi kemanusiaan, dan krisis multidimensi. Dalam acara itu, MI dan PSIK mengajak kita untuk merenung bersama tentang tema kemanusiaan yang luput dari perhatian masyarakat umum, demi ketahanan jiwa bangsa dan negara.

Malam itu, sejumlah tokoh dan seniman hadir mengisi acara, yang dibuka dengan sambutan dari Ibu Omi Komaria Madjid. Lalu berturut-turut dilanjutkan dengan orasi kebudayaan, musik dan lagu, tarian, dan pernyataan inspiratif (inspirational statement). Di pengujung acara, empat pemuka agama yang berbeda (Buda, Hindu, Konghucu, dan pemimpin komunitas Ahmadiyah) naik ke atas panggung untuk berdoa bersama.

Dalam orasi budayanya, Yudi Latif yang menjabat sebagai Deputi Rektor Universitas Paramadina, mengingatkan kita pada “dosa” orang Indonesia, karena dianggap sebagai penyebab secara tidak langsung rusaknya bumi. Mengapa demikian? Indonesia sebagai “tanah air” yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia, tanah Jawa yang tersubur di dunia, dan arus pertemuan sejumlah laut yang membuat ikan tumbuh dengan cepat; namun kalah dengan Finlandia, Denmark, dan bahkan Thailand delam memberdayakan sumber-sumber pangan bagi rakyatnya. Sementara di balik kemakmuran sumber daya alam itu, terdapat juga pusat segala bencana alam. Satu yang terdahsyat adalah meletusnya Gunung Krakatau yang dampaknya memengaruhi krisis pangan sepanjang delapan bulan bagi negara-negara di dunia. Pesan mengenai pemeliharaan sumber daya alam itu ada dalam Al-Quran, namun penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam tidak menghayati.

Sementara Profesor Komarudin Hidayat menyebutkan 4 hal yang harus kita perhatikan sebagai koreksi diri. Sejak Nabi Adam, kesalahan ini terjadi. Nikmati hidup ini sepuas-puasnya, kata Tuhan, kecuali satu larangan mendekati pohon khuldi (pohon keabadian). Namun Adam dan Hawa tergoda, sebagai pertanda awal sifat buruk manusia, yakni rakus dan lupa bersyukur. Hal kedua adalah kesombongan, baik terhadap sesama manusia maupun alam, dengan kata lain, lupa diri. Menukil peristiwa pembunuhan Habil oleh Qabil, di situ muncul sifat dengki dan hasut yang menjadi penyakit manusia. Sesungguhnya, menurut Komarudin, semua peristiwa dalam hidup ini saling berkaitan, terutama terhadap diri kita. Dengan demikian setiap kejadian akan menjadi tanggung jawab kita bersama.

Budiman Sudjatmiko terinspirasi oleh teman karibnya untuk segera berpikir dan bertindak mengutuhkan sumberdaya. Kenyataan yang ada di sekitar kita adalah wilayah yang kaya raya justru merupakan tempat yang mengalami konflik paling berdarah. Penduduk yang tetap miskin dengan hidup seperti pada Zaman Batu, merasa terkutuk telah dilahirkan di atas bumi yang berlimpah tapi justru menderita. Untuk itu, sekarang jangan bicara semata tentang keuntungan dalam sebuah kerjasama bisnis, tetapi sejauh mana kemaslahatan manusia dapat dicapai.

Suasana malam itu semakin inspiratif oleh tampilnya kelompok musik Souljah yang menyanyikan lagu-lagu bernuansa Jamaica (reggae). Rencana mereka berkolaborasi dengan Nova Riyanti Yusuf hendak membuat novel audio tak lama lagi, adalah sebuah terobosan yang inspiratif dan kreatif. NoRiYu bersama WOMEN yang diprakarsai oleh Angelina Sondakh ingin membangun kesadaran melalui cinta, mereka membacakan puisi dan petikan prosa di atas panggung.

Demikianlah, NoRiYu sebagai chairperson Metaforma Institute telah mengajak kita semua untuk memikirkan sisi kesehatan mental dan katahanan jiwa dalam menghadapi pelbagai persoalan yang disebabkan oleh kerusakan Bumi (bencana berulang-ulang). Dalam sejumlah wawancara dengan para tokoh pengisi acara, selalu ditanyakan: apakah setuju dengan pandangan irrasional masyarakat terhadap seorang pemimpin yang “ditolak” oleh alam? Perihal banyaknya penderita sakit mental oleh serbuan stressing bencana dan kesulitan ekonomi, perlukah Undang-undang Perlindungan bagi Penderita Sakit Jiwa? Seharusnya kita sadari bahwa setiap kejadian hari ini adalah akibat dari perilaku manusia sebelumnya. Salah satu penyair, Suparwan Parikesit, sangat bersemangat membaca puisi yang isinya antara lain menghujat penyebab semburan Lumpur Sidoarjo. Sementara Aline Sahertian, pemrediksi kejadian, mengingatkan kita untuk lebih hati-hati pada 5-6 bulan mendatang. Ah, ada apa lagi?

Malam Ruwat Bumi yang dipandu oleh Fadjroel Rachman dan Ingrid Widjanarko rampung lewat pukul 10 malam. Pesan buat kita semua: “Mari kita bersama-sama merawat Bumi.”

(Kurnia Effendi)

 

 

 

 

 

 

0 Comments:

Post a Comment

<< Home