Omah Sendok
Agak tersembunyi dari jalan besar, dekat tikungan, di tengah lingkungan perumahan mewah, memiliki dua akses, tak jauh dari pusat perbelanjaan terkemuka, terletak di Jakarta Selatan: Omah Sendok namanya. Kata sendok berhubungan erat dengan makanan, benar, tak akan disangkal. Omah Sendok merupakan sebuah kafe dengan sejumlah menu yang berkiblat pada warisan kuliner Indonesia. Tetapi, menurut Nurlaely Wicahyuni, wanita cantik yang dipercaya untuk mengelola, nama sendok di situ diambil dari nama jalan tempat resto itu bercokol. Jalan (Taman) Empu Sendok nomor 45, Senopati.
Saya berkenalan dengan tempat itu di awal tahun 2005. Sebuah bangunan dengan gaya minimalis yang memiliki kolam renang di taman belakang itu menyenangkan untuk nongkrong berjam-jam. Sebagai seorang penulis saya merasa betah tinggal di sana, bahkan seandainya tak seorang pun menemani. Udara mengalir bebas, mata disuguhi warna air kebiruan, rumput hijau, dan segelas kopi bisa membuat saya menghasilkan beberapa bait puisi atau sejumlah paragraf prosa. Jika perut merasa lapar tinggal memilih menu untuk disajikan dalam keadaan hangat. Mau makan apa? Soto tangkar Tanah Tinggi?
Pertengahan Januari tiga tahun lalu, ketika gerimis masih rajin menyiram Bumi, saya bersama teman-teman Klub Sastra Bentang bertandang ke Omah Sendok. Kami baru saja usai diskusi buku Hermawan Aksan, Dyah Pitaloka, di Perpustakaan Diknas. Seingat saya, waktu itu ada Feby Indirani, Gangsar Sukrisno, Rita Achdris, Wien Muldian, dan Endah Sulwesi. Mbak Elly selaku tuan rumah, menemani dengan ramah bersama suaminya, Mas Edy. Seingat saya, malam itu saya memesan bubur sumsum dan wedang kacang tanah. Pokoknya saya memilih menu yang tak banyak dijumpai di kafe lain.
Setelah itu, ternyata, saya jadi sangat rajin ke Omah Sendok. Pelbagai acara saya hadiri. Mulai dari diskusi novel Laskar Pelangi bersama pengarangnya, Andrea Hirata; malam “Cinta yang Terperangkap Aksara” pada 14 Februari 2005 bersama Dua Ibu (Reda Gaudiamo & Tatiana) dan Trie Utami; diskusi buku Filosofi Kopi bersama pengarangnya, Dewi Lestari dan Romo Mudji; peluncuran antologi puisi Kusampaikan karya Lintang Sugianto bersama Mohamad Sobary dan Rendra; diskusi film Deddy Mizwar… Nama kegiatan yang berlangsung tiap Selasa malam itu bernama Selasar Omah, dikelola oleh Akmal Nasery Basral. Acara terakhir yang saya hadiri adalah: peluncuran antologi puisi Karna, Satria Jalan Panah karya Urip Herdiman Kambali, 9 November 2007.
Bila kita cermati, kebanyakan kegiatan yang berlangsung di Omah Sendok berkisar sekitar buku. Apakah karena di dalam Omah Sendok juga terdapat toko buku bernama Galeri Lilin?
”Galeri Lilin lebih dulu lahir,” Elly menjelaskan menjelang tengah malam. Melalui telepon suaranya masih terdengar lantang, tak ada tanda kantuk atau letih setelah seharian mengelola Omah Sendok.
”Bukankah Galeri Lilin dulu ada di Jalan Bangka?”
”Awalnya di paviliun rumah Gandaria. Itu tahun 2002. Setahun kemudian pindah dengan mengontrak tempat di Jl. Bangka. Di sana juga hanya sampai pertengahan 2004.”
Kepindahan itu seiring dengan kebutuhan. Rupanya Elly dan teman-temannya yang rakus membaca buku tasauf dan spiritual membentuk komunitas kajian buku. Kegiatan bedah buku yang mula-mula berlangsung dua bulan sekali berkembang menjadi setiap dua minggu. Peserta kajian buku spiritual yang semula hanya berdelapan atau berduabelas, lama-lama menjadi berpuluh-puluh orang. Beberapa kali acara bedah buku terpaksa dilangsungkan di tempat lain yang lebih luas. Ada lima komunitas yang cukup aktif berkumpul, di antaranya Komunitas Kajian Alam Semesta (KKAS) dan Komunitas Tangan di Atas (TDA). Maka terpikir untuk mencari tempat yang dapat menampung kegiatan komunitas sekaligus untuk bisnis.
Ditemukanlah lokasi menarik yang bersuasana tenang di Jl. Empu Sendok. Rumah tua itu cocok menjadi sebuah “omah” yang artinya rumah tempat berteduh. Jadi “omah” adalah sebuah nama sekaligus sebuah wadah yang filosofis. Setelah melakukan renovasi sesuai kebutuhan, di sanalah toko buku dan ruang baca Galeri Lilin ditempatkan. Karena biaya sewa cukup mahal, untuk menggerakkan roda usaha, Elly menghimpun tempat-teman dekatnya sampai bersepuluh orang untuk memberat-sama-dipikul-ringan-sama-dijinjingkan modalnya. Satu di antaranya, Wasis, anggota milis “jalan sutera” yang dimotori oleh Bondan “Mak Nyus” Winarno. Apakah lantaran keterlibatan Wasis, sehingga Omah Sendok akhirnya membuka kafe dengan menu beraneka? Entahlah, saya tak sempat menanyakan lebih jauh.
Persisnya, di Omah Sendok ada toko buku, resto, dan kantor multi media. Elly sendiri, sebagai alumnus Jurusan Arsitektur dari Universitas Brawijaya Malang, menggunakan ilmunya sebagai seorang perencana. Beberapa kantor sahabatnya dirancang oleh tangan dan pikirannya. Sampai sekarang, ia masih meluangkan waktu untuk pekerjaan desain.
Menurut saya, tempat parkirnya yang kurang memadai. ”Ya, terutama jika Omah Sendok dipakai untuk acara wedding,” Elly mengakui. Acara pengantin?
Untuk standing party, taman belakang dan ruang makan di dalam sanggup menampung sekitar 400 orang. Ngomong-ngomong soal sewa tempat, ternyata dibebaskan asalkan dengan syarat seluruh menu sajian makan dibeli dari Omah Sendok. Pantaslah jika kaum muda mandiri yang berniat menjadi mempelai tanpa bantuan biaya orang tua akan memilih Omah Sendok sebagai tempat resepsi.
Tampaknya menyenangkan ya, mengelola sebuah rumah usaha yang elok dan inspiratif. Dewan Kesenian Jakarta pernah membawa para penyair makan siang di Omah Sendok saat berlangsung Festival Sastra Internasional. Bahkan tanda tangan kontrak film Laskar Pelangi, antara Andrea Hirata dan Mira Lesmana sebagai produser, disaksikan oleh Din Syamsudin di Omah Sendok. Memang sebuah tempat yang tak membosankan. Apalagi bila kita sesekali dihampiri oleh pengelolanya yang selalu tersenyum manis.
Mau meluncurkan buku atau diskusi kebudayaan di tepi kolam renang? Ayo! Mau pacaran di sisi kolam renang? Silakan. Mau berenang? Aduh, maaf, hanya diperkenankan untuk anak-anak. Sebab, kalau misalnya Wulan Guritno atau Luna Maya berenang di sana, tempat parkir tak akan cukup untuk menampung mobil para tamu yang ingin berlama-lama makan di selasar taman belakang itu.... ***
(Kurnia Effendi)
4 Comments:
udah beberapa kali dengar soal resto yang satu ini tapi belum berkesempatan mampir langsung :D
btw, salam kenal yaa.. ngeliat gambar2 di sebelah kanan, aahh.. Anita Cemerlang! jadi nostalgia ama jaman dulu pas suka baca2 cerpen di majalah itu.. apa kabar Anita Cemerlang sekarang yaa? masih adakah? *hmm*
chenlina20150627
louis vuitton outlet
chanel outlet online
red timberland boots
ray ban sunglasses outlet
new lebron james shoes
longchamp outlet
louis vuitton
cheap ray bans
louis vuitton handbags
ray ban sunglasses
michael kors
christian louboutin shoes
air max 95
louboutin
jordan 6
ray ban sungalsses
jordan retro 4
louis vuitton handbags
louis vuitton
discount christian louboutin
adidas running shoes
jordan pas cher
louis vuitton handbags
michael kors outlet
tods outlet
fitflops
christian louboutin sale
tory burch outlet
kate spade outlet
beats by dr dre
jordan 13 shoes
michael kors outlet
polo outlet
abercrombie
toms shoes
adidas wings
prada sunglasses
tod's shoes
jordan 8 playoffs
discount oakley sunglasses
chenlina20160505
air jordan 13
christian louboutin outlet
cheap jordan shoes
louis vuitton
michael kors outlet
ray bans
michael kors
burberry outlet
nike air jordan
kobe 11
juicy couture
true religion
nike uk
air max 90
replica watches
ray ban sunglasses
longchamp bags
ray ban sunglasses outlet
jordan 11 concord
fitflop sandals
coach outlet
oakley sunglasses cheap
louis vuitton outlet
adidas originals
basketball shoes
true religion sale
tiffany and co
nfl jerseys wholesale
ugg boots
louis vuitton purses
christian louboutin sale
ray ban sunglasses
cheap nfl jerseys
coach outlet
nike roshe flyknit
lebron james shoes 13
cheap air jordans
coach factorty outlet
louis vuitton outlet
polo ralph lauren outlet
as
zzzzz2018.8.29
oakley sunglasses
asics shoes
ugg boots
ralph lauren outlet
coach outlet
true religion outlet store
ray ban sunglasses
ugg boots
golden goose shoes
louboutin shoes
Post a Comment
<< Home