Goenawan Mohamad Memandang Tuhan
Nama Goenawan Mohamad (GM) identik dengan Catatan Pinggir (Caping), esai tetap di majalah Tempo. Kekuatan citra Caping (telah diterbitkan menjadi buku, volume 1 sampai 6) di akhir halaman majalah yang “enak dibaca dan perlu”, sampai dianggap sebagai penggelora sastra-jurnalistik yang kini akrab disebut jurnalisme-sastrawi.
Ketika terbetik kabar GM hendak menerbitkan sehimpun esai pendek (atau disebut juga aforisme) dalam satu buku, penggemarnya membayangkan sekumpulan inspirasi baru yang mengandung pencerahan. Apalagi judulnya: Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai (THTS). Ada kandungan spiritual (religiusitas) dan bentuk perenungan yang “tak sanggup” diakhiri. Apakah GM memang tak hendak menyimpulkan?
Pada tanggal 4 Desember yang lalu, buku THTS diluncurkan dan didiskusikan di Freedom Institute, dengan pembicara Pendeta Martin Sinaga dan Pemimpin Pondok Pesantren Daruttauhid Arjowinangun, Cirebon, Hussein Muhammad. Pemilihan pembicara tampaknya bermaksud mempertemukan pemikiran religius dari dua kutub yang mungkin berbeda perspektif. Namun seperti halnya kebanyakan pembaca yang menjadi penggemar atau pengagum GM, pembahasan buku ini lebih kepada ungkapan tentang bagaimana cara GM yang selalu sensitif dalam memaknai kehidupan tetapi tidak berhenti pada penda
“GM ini seorang apa ya?” begitu pertanyaan Hussein Muhammad terhadap dirinya sendiri. “Apakah seorang yang a
Kata “tak tepermanai” memang diperkenalkan oleh GM pada sebuah esai budaya beberapa tahun silam, untuk menggambarkan sesuatu yang tak terjabarkan. Isi THTS adalah renungan pribadi yang mengambil sikap dari jarak pandang global dan kontemplasi selalu merupakan bisik yang bimbang. Sebagian dari ruh buku ini, menurut pengakuan GM dalam perbincangan informal, mengambil dari Caping.
Berisi 99 tulisan pendek dan agak pendek, GM mengikuti jejak Roestam Effendi dengan Pertjik Permenoengan-nya yang terbit tahun 1925. Mungkin, selain GM memaknai Tuhan dengan pelbagai simbol yang da
Dalam buku ini, GM tentu mewakili dirinya sendiri, meskipun pembaca merasa satu pikiran dalam beberapa penda
Pemahaman manusia tentang Tuhan, seperti yang dipetik oleh GM melalui beberapa puisi para penyair, memang menggambarkan labilnya iman. Setidaknya Amir Hamzah dan Chairil Anwar menggambarkan dengan te
Di Mesir, jauh ribuan tahun yang lalu, ada seorang fir’aun yang mengaku sebagai tuhan. Padahal kemu
Tuhan dalam agama apapun tentu dzat yang diletakkan amat tinggi dan tak terjangkau, mungkin tak hanya secara fisik melainkan juga dalam pemikiran. Konon ada seorang sufi yang tak berhasil menemukan Tuhan lalu menyimpulkan bahwa sebenarnya dirinyalah yang sedang dicari Tuhan untuk ditemukan. Melalui buku ini, GM sedang “membongkar rahasia”, bahwa setiap tulisannya memang berhenti pada posisi tak selesai.
Buku yang terbit atas dorongan Sitok Srengenge; juga Laksmi Pamuntjak yang bahkan sudah menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris ini, mungkin tak sepenuhnya memuaskan pembaca dalam hal gaya penulisan. Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai nyaris serupa dengan Catatan Pinggir. Tetapi, esai yang puitis memang khas milik Goenawan Mohamad. Bukankah: Dari pohon tepi jalan, bayang-bayang juga turun menyentuh tanah.
(Kurnia Effendi)
1 Comments:
www0702
oakley sunglasses
canada goose outlet
air jordan shoes
swarovski outlet
michael kors outlet
lakers jerseys
jerseys from china
polo shirts
uggs outlet
pandora charms
Post a Comment
<< Home